Sunday, November 15, 2015

Nol Besar, Frustrasi, dan Eureka Moment!


Oleh: Zapheeker Sina Otto

Sejak kumulai “Research Project”-ku di awal bulan Oktober tahun pertama di Program Pasca Sarjana sampai bulan December tahun kedua, riset-ku memberikan hasil yang “Nol Besar”, “Zero” atau “Nada,” kalau menurut teman laboratori-ku si Fernando yang berasal dari Mexico. Hasil riset masih tak kunjung datang walaupun aku membanting tulang melakukan riset siang dan malam.

Sebagian besar (90%) dari eksperimen2 yang ku-lakukan tak memberikan hasil yang kongkrit untuk membuktikan teori2 kami. Hasil2 ini kami anggap gagal karena banyak dapat yang kami dapat tidak selalu konsisten. Dengan kata lain, data yang ku-dapat terkandang membuktikan teori kami dan terkadang data-nya tak kongkrit dan bisa diragukan. Karena sebagai Scientist, “Reproducibility of your results” adalah sangat penting, maka hasil yang tak konsiten ini tak bisa dipakai untuk Disertasi ku atau tak bisa dimasukkan untuk publikasi di Jurnal.

Kegagalan2 ini cukup memberikan “tekanan batin” atau “mental pressure” yang sangat berat bagi-ku pada tahun pertama di Universitas ku. Terkadang aku merasa bahwa aku bukan “Ph.D. material” atau orang yang tak wajar menyandang gelar Doctor. Tetapi entah kenapa, aku tak pernah putus asa, menyerah, dan selalu pantang mundur untuk mengadapi tantangan ini. Kupikir, “Tantangan mental yang lebih berat dari ini-pun sudah sering kuhadapi di Indonesia dari mulai sekolah dasar sampai kuliah di universitas di Jakarta.” Yang jelas, “Aku tak akan berhenti mencoba.” Kalau kata orang Amrik,”When you fall, get up. Dust yourself and move on!!!” Sampai sekarangpun, aku selalu mengingat-kan murid2-ku yang sedang mengejar gelar Doctor mereka bahwa, “Hanya sebagian kecil atau sekitar 10-15 % dari research yang dilakukan mereka akan menghasil-kan “data” yang positive dan bisa di publikasi-kan.”  Mereka harus terbiasa untuk menghadapi kegagalan2 dari experimen2 yang mereka lakukan. Kegagalan2 ini sudah menjadi norma sehari-hari dalam melakukan riset.

Salah satu factor yang sangat membantu-ku secara mental adalah advisor-ku Professor RBB. Dia orang yang sangat bijaksana dan penuh perhatian kepada semua murid2 yang berada di bawah naungan-nya.  Dia berinteraksi dengan kami murid2-nya dengan penuh kesabaran dan respect. Selama empat tahun sebagai murid-nya, aku tak pernah melihat Prof. RBB marah ke siapa-pun. Prof. RBB adalah seorang ahli kimia yang terkenal dan disegani oleh coleganya, waktu itu dia masih berumur sekitar 55 tahun. Selama lima tahun, dia pernah menjabat sebagai Editor dari Journal kimia terkenal di Amrik dan sejagat. Semua murid2 di department kami tau bahwa dia seorang yang sangat “Cerdas” atau kalau kata orang Amrik “Highly Inteligent”. Tapi heran-nya, dia adalah orang yang sangat rendah hati dan penuh sopan santun; semua colega-nya mengkategori kan dia dengan kalimat “He is a Gentleman.”  Professor RBB merupakan “Role Model” ku sebagai Advisor.

Kembali ke hasil riset yang “Nol Besar,” aku kemudian meminta ke Prof. RBB supaya aku di perbolehkan mengejar sub-projek yang lain yang belum di kerjakan oleh siapa-pun di laboratory. Prof. RBB tersenyum mengatakan, “Jabilik, are you giving up on your current project? You have invested so much of your time on it.” (Translasi bebas: Jabilik, apakah kau sudah pasrah dan nggak mau lagi menerus-kan project yang kau lakukan sekarang? Kau sudah menaruh waktu dan jerih payah dengan project ini).   Ku-jawab, “Dr. RBB, it is difficult for me to face inconsistent results day in and day out for more than one year. I need a small success to motivate me.” (Translasi bebas: Dr. RBB, sangat sukar bagiku menemukan hasil2 yang tak konsistent setiap hari selama setahun. Aku butuh kesuksesan yang kecil untuk membangkit-kan motivasi-ku.)

Dengan senyum dan suara yang lemah lembut dia berkata, “So, what do you want to do?” (Translasi: Jadi, apa yang mau kau lakukan?)  Karena aku tau ada beberapa projek2 dari Prof. RBB yang belum dilakukan siapapun, aku kemudian meminta bahwa salah satu project itu akan kucoba. Setelah berdiskusi panjang lebar, dia setuju dengan salah satu dari dua sub-projek yang belum dilakan oleh murid2-nay.

Aku keluar dari kantor-nya dengan langkah yang tegap dan hati yang gembira. Kupikir, “Ini merupakan The Big Chance yang kedua yang kudapat” karena The Big Chance pertama adalah waktu aku diterima sebagai murid S3 dengan beasiswa sebagai Teaching Assistant (TA). Ini adalah peluang yang sangat significant karena aku diperbolehkan untuk menelusuri jalan baru. Dalam hatiku, peluang ini tak akan ku sia-siakan.

Langsung aku kembali ke meja-ku dan mulai menulis di “Lab notebook” rencana2 experiment2 yang baru yang secara garis besar-nya  sudah di syah-kan oleh Prof. RBB. Sore itu juga, aku mencari semua bahan2 kimia yang kubutuhkan. Karena Professor RBB sudah lama bernaung di bidang-nya, aku tak punya problema untuk menemukan semua bahan2 kimia yang ku-butuh-kan untuk experiment yang baru ini. Setelah kuramu semua Zat2 kimia ini di dalam "Round Bottom flask", sekitar jam 5:30 sore aku keluar dari laboratori-ku menuju ke sepedaku.

Aku mendayung sepeda untuk pulang ke apartment dengan penuh semangat; reaksi yang kuramu masih berjalan di bawah “lemari reaksi” di laboratori ku. Sewaktu mendayung sepeda, aku berpikir, “Aku akan balik ke laboratori dan reaksi ku akan ku hentikan sekitar jam 9:00 malam. Kemudian akan kulakukan “Reaction Workup” untuk mengisolasi hasil reaksi yang kulakukan.” Walaupun aku harus mendayaung sepeda selama 20 menit, dengan tak terasa lelah, aku sudah nyampe di apartement-ku. Ini mungkin karena ada injeksi semangat baru yang datang dari Prof. RBB.

Setelah makan malam dan relax sedikit, aku mendayung sepeda untuk balik ke laboratori-ku. Sekitar jam 10:30 malam, aku berhasil megkonsentrasikan hasil isolasi reaksi kimia yang kulakukan sehingga meninggalkan material yang berbentuk “gel” yang berwarna ke-kuning-kuningan yang dalam istilah orang kimia sebagai “Crude Product.” Ku-ambil sedikit “crude product” ini dan kularutkan dengan solvent; senyawa ini ku analisa dengan instrument yang bernama “NMR atau Nuclear Magnetic Resonance.” Instrument ini memberikan “Chart atau Spectra” yang bisa meganalisa struktur molekul yang ku-synthesa.
Sekitar Jam 11:00 malam, setelah mengumpul-kan spectra2 NMR, aku menuju ke meja-ku di laboratori untuk menginterpretasi NMR spectra dari senyawa kimia yang ku synthesa. Ternyata, NMR menunjukkan bahwa senyawa “crude product” yang ku isolasi adalah senyawa kimia yang ku-harapkan dan sejajar dengan theory dari Prof. RBB.

Aku berteriak-teriak sekeras mungkin,  “Yes…Yes……Yeah……I did it…I did it!!” sambil menepuk gendang di meja-ku sekeras mungkin seperti “Drum roll” nya “Paul and the Band for The Late Night Show with David Letterman.” Jim White di ujung laboratory yang berlawanan segera datang ke meja-ku dan berkata ”What’s up man?  What’s going on!!!” (Translasi: Ada apa nih?). Kubilang, “I think, I did it!!!”

Jim kembali bertanya, “Did you figure out your problems?” (Apakah kamu dapat solusi problema-mu?). Kujawab, “No, but I ask for a new sub-project.” (Tidak, tapi aku dapat sub-project baru). Ku jelaskan ke Jim bahwa aku bertemu dengan Prof. RBB sore tadi untuk meminta sub-project baru. Kemudian kutunjuk kan ke si Jim White, Notebook ku dan NMR spectrum yang kudapat dari “Crude Product.”  Setelah menganalisa data2 yang kutunjuk-kan kedia, dia tesenyum dan mengulur tangan-nya ke aku untuk besalaman, dan langsung berkata, “Congratulation, I think, You did it man!!! RBB will be very very happy for you…man…..!!!” (Selamat, kukira, kau sudah sukses memecah-kan probelma mu kawan!!).

Jim kemudian mengatakan, “Let’s celebrate by making fireworks with NBL.”  (Ayok kita ber-celerbrasi dengan kembang api NBL). NBL adalah larutan kimia yang pyrophoric yang disimpan di botol yang tertutup ketat dibawah gas Argon. Kalau bahan kimia ini kena kontak dengan udara (O2) dia akan terbakar memberikan api warna merah campur kuning. NBL adalah zat kimia essential untuk research kami berdua. Tak jarang reaksi kami mengeluarkan api kalau tak hati hati. Lemari reaksi-ku dan Jim pernah kebakaran kecil sewaktu “glassware” kami terselip dari tangan dan pecah. Tapi semua murid2 Prof. RBB sudah dilatih untuk meggunakan “Fire Extinguisher” untuk mengatasi api2” kecil.

Jim dan aku pergi ke balkoni di lantai empat kami. Dia menyedot larutan NBL ke syringe (alat penyuntik) yang besar, kemudian cairan ini di semprot-kan ke udara 45 derajat kebawah kami. Ditengah malam terlihat semprotan n-butyl lithium yang berubah menjadi api merah ke kuning-2an yang mengalir seperti air dan memancar seperti kembang api. Jim dan aku tertawa ter-bahak2 kesenangan seperti anak kecil melihat kembang api ala anak kimia.

Setelah pulang ke apartement-ku, aku nggak bisa tidur se-malam-an. Pagi hari, HS bertanya, ”Kok kamu nggak bisa tidur Jabilik, ada apa?” Kejelaskan kedia apa yang kutemukan tadi malam. Dengan khas HS, dia pun tersenyum dan tertawa mendengar berita baik ini, dan dia menyalam-ku sambil berkata, “Selamat Jabilik Selamat!  Wah apa kamu bisa selesai cepat nih Jabilik?” Ku-jawab, “Tergantung kalau Prof. RBB setuju dengan interpretasi ku dan Jim White bahwa aku betul2 membuat senyawa kimia yang kami prediksikan. Aku akan temui dia pagi inii”

Jam delapan pagi hari, aku langsung mendayung sepeda ke laboratori ku; sesampai dimejaku, ku-persiapkan notebook dan spectra dari senyawa kimia yang ku-temukan tadi malam. Aku langsung menuju ke kantor Prof. RBB. Prof. RBB punya “open door” policy, jadi tak perlu pake “appointment.” Pintu-nya terbuka , dan ku-sapa dia dengan senyum dan kata, “I think, I did it!!” Dia menjawab dengan senyum, “Tell me about it!!” 

Kuletak-kan spectra2 dari senyawa yang ku-isolasi di meja-nya. Kuterangkan apa yang kutemui tadi malam sambil menunjukkan hubung-kan spectra ini dan senyawa kimia yang ku isolasi.  Dia-pun menganalisa spectra2 ini sambil betanya jawab dengan aku. Dengan senyum dia berkata, “Yes, you got it. Now what next?” (Betul, kamu berhasil. Apa yang kau akan lakukan berikut-nya?). Kata2 ini membuat aku ecstatic.

Setelah keluar dari kantor Prof. RBB benak-ku tak henti-henti-nya berfikir tentang banyak experiment2 yang bisa ku-lakukan untuk menjawab pertanyaan2 kecil2 yang hasil-nya bisa dibangun untuk menjawab hypothesa besar Prof. RBB. Karena “injeksi” semangat baru dari arah riset-ku, rasa-nya tak ada rintangan yang akan bisa mengalah-kan semangat baru-ku ini. Kalo kata orang Amrik, “The rest is History.”

Salam Damai dan Sejahtera!

v.v

Suka-Duka Berteman Di Kampuang Nan Jauh Dimato: Kota Koboi


Oleh: Zapheeker Sina Otto

Sudah setahun lebih aku di Tucson dan di sekitar pertengahan bulan Maret, Liburan seminggu Spring  Break “ sudah tiba. Jumat Siang sebelum Spring Break, DD mengajak aku, Mas HD, dan TLS untuk jalan2 ke Las Vegas dengan mobil miliknya. DD adalah mahasiswa  S1 yang berasal dari Jakarta. Karena aku ada dua ujian setelah Spring Break, aku menolak untuk pergi ke Las Vegas dengan mereka.  Jumat sore mereka bertiga (DD, Mas HD, TLS) berangkat ke Las Vegas. Perjalanan darat dari Tucson ke Las Vegas memakan waktu sekitar 11 Jam. 

Hari Minggu sore sekitar jam tiga, HS mendapat telephone dari Mas HD yang memberitakan bahwa mereka mengalami kecelakaan sewaktu jalan pulang dari Las Vegas. Sangat ber-syukur sekali mereka bertiga tak mengalami cedera berat dan hanya megalami benjol2 sedikit. Rupanya ditengah jalan pulang, Mas HD tertidur sewaktu menyetir mobil-nya DD. Mobil mereka menyebrangi  garis tengah dan melawati jalur mobil yang berlawanan menuju jurang.  Mobil mereka tergulir empat kali ke jurang. Mereka bernasib baik karena sewaktu mobil menyeberang jalan berlawanan, tak ada mobil yang datang dari arah berlawanan dengan kecepatan 55 Mph (88.5 km/jam). Waktu HS menerima berita ini, aku ada dirumah sedang mencuci pakaian. Mas HS mengatakan bahwa mereka bertiga akan balik ke Tucson dengan Greyhound Bus dan meminta HS dan aku untuk mengambil mobil si DD yang hancur dan dititipkan di Pompa Bensin di kota Wikieup (baca Wikiyap).

Karena HS dan aku tak punya mobil, HS menelephone Mas GT untuk meminjam mobil Ford LTD-nya dengan mesin cukup besar yang sanggup menarik Dolly (alat roda dua yang dipakai untuk menarik mobil rusak) di belakang. Sudah hampir jam lima sore baru kami bisa menyewa Dolly dari U-Haul Company. HS dan aku mengajak Mas BG (salah seorang murid S3 yang sekarang sudah jadi Prof. di Indonesia) untuk berangkat ke Wikieup untuk mengambil mobil rongsok si DD yang ditipkan ti Pompa Bensin. Sekitar jam tujuh malam kami baru bisa berangkat menuju Wikieup dengan Ford LTD-nya Mas GT. Waktu itu aku baru diajarin Mas HD untuk menyetir mobil; maklumlah, aku anak kampung yang tak pernah menyetir mobil seumur hidup di Indonesia. Walaupun sudah punya SIM dan sudah bisa nyetir mobil pinjaman, aku belum berani untuk menyetir keluar kota. Selama perjalanan ini HS-lah yang nyetir mobil-nya Mas GT.

Sekitar jam 10:00 malam, ditengah perjalanan di Highway kami mendengar suara keras seakan akan ada sesuatu yang pecah dari ban depan di sebelah kiri. HS agak panik dan mengatakan rem kami hanya berfungsi 50 persen. HS segera menyetir keluar jalur dan mencoba memberhentikan mobil di pinggir jalan yang biasanya disebut “highway shoulder.”  Setelah kami keluar dari mobil, kami tak melihat ada ban yang pecah; yang terjadi sebenarnya adalah pelak ban depan-kiri yang retak terbelah dua. Rupanya, kami berhenti ditengah tengah padang gersang atau “desert” yang sangat sunyi dan gelap. Kami nggak melihat adanya permukiman manusia di sekitar kami; yang kelihatan di langit yang tanpa awan adalah bintang2 yang berkedip. Mobil pun jarang kelihatan lewat. Dari tempat mobil kami parkir, terlihat nun-jauh ada lampu yang redup2 di horizon. Setelah berdiskusi, kami memutuskan bahwa HS dan aku akan jalan kearah lampu dengan harapan lampu itu berasal dari rumah penduduk yang mempunyai telephone. Jadi kami berharap bisa menelephone “Tow Truck = motor kerek” supaya mobil kami bisa di kerek ke bengkel yang terdekat. Mas BG akan tinggal sendiri untuk menjaga mobil, kalau2 ada Highway Patrol yang lewat supaya Mas BG bisa minta bantuan.

Setelah berjalan sekitar limabelas menit, kami lihat ada rumah yang dekat ke jalan Highway. HS dan aku belok menuju halaman rumah tersebut dengan pikiran moga2 kami bisa meminjam telephone mereka. Sewaktu mendekati rumah tersebut, kami mendengar gonggongan lebih dari satu anjing. Jantung-ku cukup dak-dik-du dan kupikir jangan2 kami dikira perampok. HS dengan tenang mengetok pintu rumah yang kami datangi, waktu itu sudah hampir jam 11 malam. Kami dengar suara laki2 dari dalam rumah, “Who is it and what do you want! (Siapa itu? Apa mau kalian!!)”. HS dengan tenang menjawab, “We have trouble with our car at the Highway and we need to borrow your phone to call a tow truck  (translasi bebas: Mobil kami rusak di Highway dan kami pengen pinjam telephone anda.”  Kami tak dengar ada jawaban dari dalam rumah selama beberapa menit; kemudian HS kembali ngomong dengan nada yang meminta tolong, “We are two international graduate students from University X and we have car trouble. Could you please please Sir let us use your phone? (Kami murid pasca sarjana dari University X dan mobil kami rusak. Tolonglah Pak kami butuh minjam telephon anda?”

Kemudian pintu terbuka dan seorang putih yang tinggi dan besar keluar dengan memegang senjata Rifle Double Loops dengan menyenter muka kami berdua. Kami berdua mengangkat tangan kami supaya dia tau bahwa kami bukan punya maksud jahat. Yang jelas aku sangat cemas dan yang punya rumah rupanya mendeteksi kecemasan kami berdua. Kemudian dia menanyakan ke kami, “Where are you from? (Dari mana asal kalian)” HS menjelaskan asal muasal kami dan tujuan kami ke Wikieup.  Kami mengunjungi rumah-nya karena pengen minjam telephone dan ingin menelephone Triple A supaya  mobil kami biss di kerek ke bengkel. Orang rumah itu bersedia meminjam-kan telephone-nya dan HS menelephone Triple A. Setelah selesai menelephone kami mengucapkan “Terima Kasih Banyak” kepada tuan rumah itu. Kemudian HS menawarkan, “We can pay you for lending your phone (Kami bisa bayar penggunaan telephone anda)”. Dia menjawab, “No No problem! Good Luck with your car and your trip (translasi bebas: Nggak apa-apa lah!! Mudah2 mobil anda bisa diperbaiki dan demikian juga pejalanan anda bisa sukses).” Kami berdua berkata, “Thank you very very much Sir; we appreciate your help. Good night and goodbye Sir. (translasi bebas: Terima kasih banyak Pak; kami sangat apresiatif. Semalat malam dan selamat tinggal.)”

Kamipun berjalan kaki balik menuju ke mobil. Sewaktu berjalan balik, aku bertanya ke HS, “HS apa kamu nggak dek-dekan waktu dia keluar dengan Double Loop?” HS menjawab, “Mukaku-pun pucat Jabilik. Tapi karena gelap gulita, kamu tak bisa lihat kan! Apa kamu ketakutan Jabilik?” Kubilang, “Ketakutan? Jantung-ku masih berdetak sangat cepat dan keras sampai sekarang.” HS kemudian menjawab, “Mudah2-an Mas BG masih di mobil dan nggak ada orang yang menggangu dia” Akupun menjawab ”Mudah2an HS!” Setelah tiba di mobil, Mas BG sedang tidur didalam mobil yang terkunci. Aku mengetok jendela kaca dan Mas BG terbangun. Dia senang mendengar berita bahwa tow truck akan datang.  Sekitar Jam 12:30 malam, Tow truck sudah tiba dan mobil Ford LTD beserta kami bertiga di drop di Bengkel di luar kota Phoenix.  Bengkel masih ini tutup karena waktu masih menunjukkan jam 1:45 hari Senin pagi.

Kami bertiga-pun tidur di mobil di parking lot dari Bengkel. Sekitar jam empat pagi, pintu mobil kami digedor oleh dua polisi dari Phoenix Highway Patrol. Dengan menyenter muka kami dia bertanya, “What are you doing here? (Ngapain kalian disini?)” HS dan aku menjelaskan mengapa kami tidur di mobil dan kami menunggu bengkel ini buka supaya kami bisa memperbaiki mobil. Kemudian Polisi ini meninggal-kan kami dengan mengatakan “Good night and stay out of trouble. (Selamat malam dan jangan buat yang nggak becus disini)” Kami jawab, “Thank You Officer. (Makasih Pak Pulisi).”  Jam 7:30 pagi, bengkel mobil sudah terbuka dan mechanic (teknisi) mobil mengatakan bahwa mobil kami baru bisa selesai di perbaiki sekitar waktu makan siang.

Jam 1:00 sore (Hari Senin), mobil sudah selesai diperbaiki dan kami jalan kembali  dari Phoenix menuju Wikieup ke arah Las Vegas. Sekitar jam 4:00 sore kami sampai di Wikieup kota kecil yang kami tuju. Kami temukan “Gas Station (Pompa Besin)” dimana mobil Toyota Tercel si DD di titip-kan. HS menemui orang yang punya pompa bensin dan menjelaskan bahwa kami akan mengambil mobil teman kami yang rongsok karena kecelakaan. Setelah HS membayar 110 dollar, dia menunjukkan dimana mobil itu diparkir. Aneh-nya selama bersama kami, dia juga selalu menyandang pistol dipinggang-nya dan Rifle ditangan-nya. Rupanya dia takut bahwa kami bertiga adalah perampok dari Indonesia. Mobil si DD kami naik-kan diatas Dolly dan kami tarik ke Tucson. Atap mobil si DD hampir lepes sejajar dengan “Stirring Wheel = setiran.” Melihat kondisi mobil ini, kami sangat bersyukur karena Mas HD, DD, dan TLS tak satupun mengeluarkan darah; mereka bertiga hanya mengalami sedikit bengkak2 dan tak perlu masuk rumah sakit.

Kami sampai di Tucson sekitar jam 11:00 malam dan mobil si DD kami drop di Toyota dealership.  Setelah sampai di apartemen kami, HS dan aku istirahat karena sangat lelah secare emosi dan fisik. Keesokan hari, kami berdua hanya bisa relax dan bercanda mengingat ingat kejadiaan kejadian yang “Ngeri-ngeri Sedap!!” Aku pun tak bisa belajar untuk ujian2 ku; tapi ternayata masih bisa juga survive di ujian. Mas HD, DD dan TLH sehat2 secara fisik; tapi secara emosi dan batin, mereka agak “shaken (tergoncang)” walaupun tak kelihatan dari luar.

Efek kecelakaan ini memberikan perspektif ke kami ber-enam.. Benar atau tidak, kata-nya, “Time heals all wounds” HS dan aku-pun kembali ke rutinitas semula dan terus menerus mengunjungi laboratory masing2 siang-malam untuk menekuni tugas2 kami di sekolah.

Salam Damai dan Sejahtera!

v.v

Grand Funk Railroad: Loneliness
https://www.youtube.com/watch?v=RuRd9F1tXaM 



Bercerita–Apakah Ada Maknanya?




Oleh: Zapheeker Sina Otto

Waktu aku  masih kecil sampai SMA, Bapakku selalu bercerita tentang pengalaman dan perjuangan hidupnya semasa muda dan sampai berkeluarga. Sewaktu SMP dan SMA, aku juga punya guru pencak silat bernama Wak D juga orang yang suka bercerita. Setiap Sabtu  pagi dan Minggu sore aku bersama beberapa anak2nya belajar dari dia “the art of self defense Pencak Silat” di halaman disebelah rumahnya. Setiap selesai belajar, kami duduk2 minum teh dan makan pisang, tahu, dan tempe goreng yang dihidangkan oleh Wak Perempuan (panggilan Ibu) sambil mendengarkan cerita2 pengalaman hidup Wak D. Kedua orangtua-ku (Bapak-ku dan Wak D) ini selalu bercerita dengan cara yang menarik dan kami sebagai pendengar selalu menyimak cerita2 ini yang terkadang lucu, menakutkan, menyenangkan, dan menyedihkan.

Mereka selalu mengahirkan cerita dengan kesimpulan2 yang merupakan “makna dari cerita” atau “the moral of the story” atau “the take home message.”  Waktu itu, aku tak menyangka cerita2 ini berguna untuk membentuk kepribadian kami anak2nya. Rupanya dengan menceritakan pengalaman mereka, inilah salah satu cara2 mereka untuk mendidik dan mengajar kami untuk menjalani hidup dimasa depan.

Sewaktu melanjutkan sekolah, aku memilih Professor RBB sebagai thesis advisor. Professor ini juga kuanggap sebagai orangtuaku di tanah orang. Ternyata, dia pun sering bercerita tentang apa yang dilakukan-nya dan juga murid2nya yang sukses dalam menghadapi rintangan yang ada di program pasca sarjana. Dia bercerita bagaimana mereka bisa berhasil dengan sukses di pekerjaan mereka setelah selesai sekolah. Acap kali, sewaktu dia bercerita, aku teringat dengan kedua Bapak2 ku (Bapak Darah dan Wak D bapak Angkat) di Indonesia yang sering bercerita.  Prof. RBB selalu mencoba untuk meng-kristalisasi makna dari cerita2nya sebagai “Take home message.”

Setelah bekerja sebagai pengajar di salah satu universitas di Amrik, aku di berikan mentor seorang Distinguished Professor yang terkenal sejagat. Dia yang juga membantu membina karirku sampai sekarang. Seperti Bapak2ku sebelumnya, Dia juga selalu bercerita kalau bertemu secara rutin dengan aku. 

Melihat balik kebelakang, salah satu bekas Boss-ku di salah satu research institute selalu mengajarkan bahwa walaupun kita menulis tulisan ilmiah, kita ini juga bercerita kepembaca tentang observasi kita mengenai kelakuan dari molecule2 yang kita pelajari.

Rupanya apa yang kita alami dalam kehidupan sehari2, di sekolah maupun dipekerjaan, penuh dengan cerita2 yang terkadang lucu, menakutkan, menyenangkan, dan menyedihkan. Secara tidak langsung, semua cerita2 ini punya makna2 tersendiri sebagai guru2 kita untuk mempersiapkan kita mengadapi pasang-surut hidup ini sekarang dan dimasa depan.

Makanya, akupun sering bercerita tentang pengalaman2 ku. Cerita2 ini bukan bermaksud atau pengen menujukkan bahwa AKULAH yang paling hebat dan PALING TAU semuanya. Aku beraharap, ada pendengar dan penyimak yang bisa mengambil makna dari sebuah cerita-ku.

Kan mendengar cerita lebih enak dari mendengar Instruksi2 dan Khobah2 dari para ahli macam2!!!
Ini ceritaku!

Salam Damai dan Sejahtera!
v.v


Lara Fabian - Wind Beneath my wings
 https://www.youtube.com/watch?v=S5O8LTzikX0 






Mutual Symbiosis: Finch dan Cone Flower


Oleh: Zapheeker Sina Otto

Dalam rangka melewati musim panas (Summer) dan menyongsong musim gugur (Fall), temperature di bagian utara bumi begeser dari sekitar 90 F (32 C) ke sekitar 65–70 F (18–21 C). Ini berbeda dengan di bagian selatan bumi seperti di Australia yang sedang menyambut musim semi.

Udara dingin terasa seperti di Berastagi dengan kicauan burung2 dihalaman.  Banyak tumbuhan disekitar halaman sudah berhenti meproduksikan bunga2 yang indah kecuali bunga Angel Trumpet (Trompet Malaikat) yang sedang mekar (Gambar 1). Walaupun tumbuhan Trompet Malaikat mempunyai bunga yang spektakular tetapi tumbuhan ini sangat beracun.


Gambar 1. Bunga Angel Trompet

Bunga cone flower yang mekar lama sepanjang musim panas mulai mengering meninggalkan bibit yang berwarna hitam. Seperti yang kusebutkan sebelum nya, bibit2 hitam dari kubiarkan sampai musim semi tahun depan untuk makanan burung Finch selama musim dingin.

Burung2 Finch pun sudah mulai berdatangan menikmati bibit hitam cone flowers (Gambar 2). Sepertinya sudah ada perjanjian “mutual symbiosis” antara burung Finch dan cone flower. Burung finch bisa menikmati bibit2 hitam dan dalam proses memakan bibit bunga, burung finch juga meggugurkan bibit bunga ketanah sekitar-nya sebagai bibit musim semi tahun depan.



Gambar 2. Burung Finch yang menikmati bibit bunga Cone Flower.

Bibit2 cone flower juga akan menjadi makanan pokok burung finch di musim dingin sewaktu salju menutupi tanah.   

Kalau di pikir2, memang begitu-lah alam saling membantu dengan ber-symbiosis mutual seperti ada. 

Demikian pula dengan kita2 manusia, kayak-nya kita tak bisa hidup sendiri.  Mau tidak mau kita harus ber-symbiosis dengan sesama dan juga dengan linkungan.

Seperti lagu-nya Rare Earth, “I Just one to celebrate another day of living.”

Keep your feet on the ground (Casey Kaseem).

Selamat beristirahat di akhir pekan.

Salam Damai dan Sejahtera!

v.v

v.v