Sunday, November 15, 2015

Nol Besar, Frustrasi, dan Eureka Moment!


Oleh: Zapheeker Sina Otto

Sejak kumulai “Research Project”-ku di awal bulan Oktober tahun pertama di Program Pasca Sarjana sampai bulan December tahun kedua, riset-ku memberikan hasil yang “Nol Besar”, “Zero” atau “Nada,” kalau menurut teman laboratori-ku si Fernando yang berasal dari Mexico. Hasil riset masih tak kunjung datang walaupun aku membanting tulang melakukan riset siang dan malam.

Sebagian besar (90%) dari eksperimen2 yang ku-lakukan tak memberikan hasil yang kongkrit untuk membuktikan teori2 kami. Hasil2 ini kami anggap gagal karena banyak dapat yang kami dapat tidak selalu konsisten. Dengan kata lain, data yang ku-dapat terkandang membuktikan teori kami dan terkadang data-nya tak kongkrit dan bisa diragukan. Karena sebagai Scientist, “Reproducibility of your results” adalah sangat penting, maka hasil yang tak konsiten ini tak bisa dipakai untuk Disertasi ku atau tak bisa dimasukkan untuk publikasi di Jurnal.

Kegagalan2 ini cukup memberikan “tekanan batin” atau “mental pressure” yang sangat berat bagi-ku pada tahun pertama di Universitas ku. Terkadang aku merasa bahwa aku bukan “Ph.D. material” atau orang yang tak wajar menyandang gelar Doctor. Tetapi entah kenapa, aku tak pernah putus asa, menyerah, dan selalu pantang mundur untuk mengadapi tantangan ini. Kupikir, “Tantangan mental yang lebih berat dari ini-pun sudah sering kuhadapi di Indonesia dari mulai sekolah dasar sampai kuliah di universitas di Jakarta.” Yang jelas, “Aku tak akan berhenti mencoba.” Kalau kata orang Amrik,”When you fall, get up. Dust yourself and move on!!!” Sampai sekarangpun, aku selalu mengingat-kan murid2-ku yang sedang mengejar gelar Doctor mereka bahwa, “Hanya sebagian kecil atau sekitar 10-15 % dari research yang dilakukan mereka akan menghasil-kan “data” yang positive dan bisa di publikasi-kan.”  Mereka harus terbiasa untuk menghadapi kegagalan2 dari experimen2 yang mereka lakukan. Kegagalan2 ini sudah menjadi norma sehari-hari dalam melakukan riset.

Salah satu factor yang sangat membantu-ku secara mental adalah advisor-ku Professor RBB. Dia orang yang sangat bijaksana dan penuh perhatian kepada semua murid2 yang berada di bawah naungan-nya.  Dia berinteraksi dengan kami murid2-nya dengan penuh kesabaran dan respect. Selama empat tahun sebagai murid-nya, aku tak pernah melihat Prof. RBB marah ke siapa-pun. Prof. RBB adalah seorang ahli kimia yang terkenal dan disegani oleh coleganya, waktu itu dia masih berumur sekitar 55 tahun. Selama lima tahun, dia pernah menjabat sebagai Editor dari Journal kimia terkenal di Amrik dan sejagat. Semua murid2 di department kami tau bahwa dia seorang yang sangat “Cerdas” atau kalau kata orang Amrik “Highly Inteligent”. Tapi heran-nya, dia adalah orang yang sangat rendah hati dan penuh sopan santun; semua colega-nya mengkategori kan dia dengan kalimat “He is a Gentleman.”  Professor RBB merupakan “Role Model” ku sebagai Advisor.

Kembali ke hasil riset yang “Nol Besar,” aku kemudian meminta ke Prof. RBB supaya aku di perbolehkan mengejar sub-projek yang lain yang belum di kerjakan oleh siapa-pun di laboratory. Prof. RBB tersenyum mengatakan, “Jabilik, are you giving up on your current project? You have invested so much of your time on it.” (Translasi bebas: Jabilik, apakah kau sudah pasrah dan nggak mau lagi menerus-kan project yang kau lakukan sekarang? Kau sudah menaruh waktu dan jerih payah dengan project ini).   Ku-jawab, “Dr. RBB, it is difficult for me to face inconsistent results day in and day out for more than one year. I need a small success to motivate me.” (Translasi bebas: Dr. RBB, sangat sukar bagiku menemukan hasil2 yang tak konsistent setiap hari selama setahun. Aku butuh kesuksesan yang kecil untuk membangkit-kan motivasi-ku.)

Dengan senyum dan suara yang lemah lembut dia berkata, “So, what do you want to do?” (Translasi: Jadi, apa yang mau kau lakukan?)  Karena aku tau ada beberapa projek2 dari Prof. RBB yang belum dilakukan siapapun, aku kemudian meminta bahwa salah satu project itu akan kucoba. Setelah berdiskusi panjang lebar, dia setuju dengan salah satu dari dua sub-projek yang belum dilakan oleh murid2-nay.

Aku keluar dari kantor-nya dengan langkah yang tegap dan hati yang gembira. Kupikir, “Ini merupakan The Big Chance yang kedua yang kudapat” karena The Big Chance pertama adalah waktu aku diterima sebagai murid S3 dengan beasiswa sebagai Teaching Assistant (TA). Ini adalah peluang yang sangat significant karena aku diperbolehkan untuk menelusuri jalan baru. Dalam hatiku, peluang ini tak akan ku sia-siakan.

Langsung aku kembali ke meja-ku dan mulai menulis di “Lab notebook” rencana2 experiment2 yang baru yang secara garis besar-nya  sudah di syah-kan oleh Prof. RBB. Sore itu juga, aku mencari semua bahan2 kimia yang kubutuhkan. Karena Professor RBB sudah lama bernaung di bidang-nya, aku tak punya problema untuk menemukan semua bahan2 kimia yang ku-butuh-kan untuk experiment yang baru ini. Setelah kuramu semua Zat2 kimia ini di dalam "Round Bottom flask", sekitar jam 5:30 sore aku keluar dari laboratori-ku menuju ke sepedaku.

Aku mendayung sepeda untuk pulang ke apartment dengan penuh semangat; reaksi yang kuramu masih berjalan di bawah “lemari reaksi” di laboratori ku. Sewaktu mendayung sepeda, aku berpikir, “Aku akan balik ke laboratori dan reaksi ku akan ku hentikan sekitar jam 9:00 malam. Kemudian akan kulakukan “Reaction Workup” untuk mengisolasi hasil reaksi yang kulakukan.” Walaupun aku harus mendayaung sepeda selama 20 menit, dengan tak terasa lelah, aku sudah nyampe di apartement-ku. Ini mungkin karena ada injeksi semangat baru yang datang dari Prof. RBB.

Setelah makan malam dan relax sedikit, aku mendayung sepeda untuk balik ke laboratori-ku. Sekitar jam 10:30 malam, aku berhasil megkonsentrasikan hasil isolasi reaksi kimia yang kulakukan sehingga meninggalkan material yang berbentuk “gel” yang berwarna ke-kuning-kuningan yang dalam istilah orang kimia sebagai “Crude Product.” Ku-ambil sedikit “crude product” ini dan kularutkan dengan solvent; senyawa ini ku analisa dengan instrument yang bernama “NMR atau Nuclear Magnetic Resonance.” Instrument ini memberikan “Chart atau Spectra” yang bisa meganalisa struktur molekul yang ku-synthesa.
Sekitar Jam 11:00 malam, setelah mengumpul-kan spectra2 NMR, aku menuju ke meja-ku di laboratori untuk menginterpretasi NMR spectra dari senyawa kimia yang ku synthesa. Ternyata, NMR menunjukkan bahwa senyawa “crude product” yang ku isolasi adalah senyawa kimia yang ku-harapkan dan sejajar dengan theory dari Prof. RBB.

Aku berteriak-teriak sekeras mungkin,  “Yes…Yes……Yeah……I did it…I did it!!” sambil menepuk gendang di meja-ku sekeras mungkin seperti “Drum roll” nya “Paul and the Band for The Late Night Show with David Letterman.” Jim White di ujung laboratory yang berlawanan segera datang ke meja-ku dan berkata ”What’s up man?  What’s going on!!!” (Translasi: Ada apa nih?). Kubilang, “I think, I did it!!!”

Jim kembali bertanya, “Did you figure out your problems?” (Apakah kamu dapat solusi problema-mu?). Kujawab, “No, but I ask for a new sub-project.” (Tidak, tapi aku dapat sub-project baru). Ku jelaskan ke Jim bahwa aku bertemu dengan Prof. RBB sore tadi untuk meminta sub-project baru. Kemudian kutunjuk kan ke si Jim White, Notebook ku dan NMR spectrum yang kudapat dari “Crude Product.”  Setelah menganalisa data2 yang kutunjuk-kan kedia, dia tesenyum dan mengulur tangan-nya ke aku untuk besalaman, dan langsung berkata, “Congratulation, I think, You did it man!!! RBB will be very very happy for you…man…..!!!” (Selamat, kukira, kau sudah sukses memecah-kan probelma mu kawan!!).

Jim kemudian mengatakan, “Let’s celebrate by making fireworks with NBL.”  (Ayok kita ber-celerbrasi dengan kembang api NBL). NBL adalah larutan kimia yang pyrophoric yang disimpan di botol yang tertutup ketat dibawah gas Argon. Kalau bahan kimia ini kena kontak dengan udara (O2) dia akan terbakar memberikan api warna merah campur kuning. NBL adalah zat kimia essential untuk research kami berdua. Tak jarang reaksi kami mengeluarkan api kalau tak hati hati. Lemari reaksi-ku dan Jim pernah kebakaran kecil sewaktu “glassware” kami terselip dari tangan dan pecah. Tapi semua murid2 Prof. RBB sudah dilatih untuk meggunakan “Fire Extinguisher” untuk mengatasi api2” kecil.

Jim dan aku pergi ke balkoni di lantai empat kami. Dia menyedot larutan NBL ke syringe (alat penyuntik) yang besar, kemudian cairan ini di semprot-kan ke udara 45 derajat kebawah kami. Ditengah malam terlihat semprotan n-butyl lithium yang berubah menjadi api merah ke kuning-2an yang mengalir seperti air dan memancar seperti kembang api. Jim dan aku tertawa ter-bahak2 kesenangan seperti anak kecil melihat kembang api ala anak kimia.

Setelah pulang ke apartement-ku, aku nggak bisa tidur se-malam-an. Pagi hari, HS bertanya, ”Kok kamu nggak bisa tidur Jabilik, ada apa?” Kejelaskan kedia apa yang kutemukan tadi malam. Dengan khas HS, dia pun tersenyum dan tertawa mendengar berita baik ini, dan dia menyalam-ku sambil berkata, “Selamat Jabilik Selamat!  Wah apa kamu bisa selesai cepat nih Jabilik?” Ku-jawab, “Tergantung kalau Prof. RBB setuju dengan interpretasi ku dan Jim White bahwa aku betul2 membuat senyawa kimia yang kami prediksikan. Aku akan temui dia pagi inii”

Jam delapan pagi hari, aku langsung mendayung sepeda ke laboratori ku; sesampai dimejaku, ku-persiapkan notebook dan spectra dari senyawa kimia yang ku-temukan tadi malam. Aku langsung menuju ke kantor Prof. RBB. Prof. RBB punya “open door” policy, jadi tak perlu pake “appointment.” Pintu-nya terbuka , dan ku-sapa dia dengan senyum dan kata, “I think, I did it!!” Dia menjawab dengan senyum, “Tell me about it!!” 

Kuletak-kan spectra2 dari senyawa yang ku-isolasi di meja-nya. Kuterangkan apa yang kutemui tadi malam sambil menunjukkan hubung-kan spectra ini dan senyawa kimia yang ku isolasi.  Dia-pun menganalisa spectra2 ini sambil betanya jawab dengan aku. Dengan senyum dia berkata, “Yes, you got it. Now what next?” (Betul, kamu berhasil. Apa yang kau akan lakukan berikut-nya?). Kata2 ini membuat aku ecstatic.

Setelah keluar dari kantor Prof. RBB benak-ku tak henti-henti-nya berfikir tentang banyak experiment2 yang bisa ku-lakukan untuk menjawab pertanyaan2 kecil2 yang hasil-nya bisa dibangun untuk menjawab hypothesa besar Prof. RBB. Karena “injeksi” semangat baru dari arah riset-ku, rasa-nya tak ada rintangan yang akan bisa mengalah-kan semangat baru-ku ini. Kalo kata orang Amrik, “The rest is History.”

Salam Damai dan Sejahtera!

v.v

No comments:

Post a Comment