Oleh:
Zapheeker Sina Otto
Sejak
kumulai “Research Project”-ku di awal bulan Oktober tahun pertama di Program
Pasca Sarjana sampai bulan December tahun kedua, riset-ku memberikan hasil yang
“Nol Besar”, “Zero” atau “Nada,” kalau menurut teman laboratori-ku si Fernando
yang berasal dari Mexico. Hasil riset masih tak kunjung datang walaupun aku membanting
tulang melakukan riset siang dan malam.
Sebagian
besar (90%) dari eksperimen2 yang ku-lakukan tak memberikan hasil yang kongkrit
untuk membuktikan teori2 kami. Hasil2 ini kami anggap gagal karena banyak dapat
yang kami dapat tidak selalu konsisten. Dengan kata lain, data yang ku-dapat
terkandang membuktikan teori kami dan terkadang data-nya tak kongkrit dan bisa
diragukan. Karena sebagai Scientist, “Reproducibility of your results” adalah
sangat penting, maka hasil yang tak konsiten ini tak bisa dipakai untuk
Disertasi ku atau tak bisa dimasukkan untuk publikasi di Jurnal.
Kegagalan2
ini cukup memberikan “tekanan batin” atau “mental pressure” yang sangat berat
bagi-ku pada tahun pertama di Universitas ku. Terkadang aku merasa bahwa aku
bukan “Ph.D. material” atau orang yang tak wajar menyandang gelar Doctor. Tetapi
entah kenapa, aku tak pernah putus asa, menyerah, dan selalu pantang mundur
untuk mengadapi tantangan ini. Kupikir, “Tantangan mental yang lebih berat dari
ini-pun sudah sering kuhadapi di Indonesia dari mulai sekolah dasar sampai
kuliah di universitas di Jakarta.” Yang jelas, “Aku tak akan berhenti mencoba.”
Kalau kata orang Amrik,”When you fall, get up. Dust yourself and move on!!!”
Sampai sekarangpun, aku selalu mengingat-kan murid2-ku yang sedang mengejar gelar
Doctor mereka bahwa, “Hanya sebagian kecil atau sekitar 10-15 % dari research
yang dilakukan mereka akan menghasil-kan “data” yang positive dan bisa di
publikasi-kan.” Mereka harus terbiasa
untuk menghadapi kegagalan2 dari experimen2 yang mereka lakukan. Kegagalan2 ini
sudah menjadi norma sehari-hari dalam melakukan riset.
Salah
satu factor yang sangat membantu-ku secara mental adalah advisor-ku Professor
RBB. Dia orang yang sangat bijaksana dan penuh perhatian kepada semua murid2
yang berada di bawah naungan-nya. Dia
berinteraksi dengan kami murid2-nya dengan penuh kesabaran dan respect. Selama
empat tahun sebagai murid-nya, aku tak pernah melihat Prof. RBB marah ke
siapa-pun. Prof. RBB adalah seorang ahli kimia yang terkenal dan disegani oleh
coleganya, waktu itu dia masih berumur sekitar 55 tahun. Selama lima tahun, dia
pernah menjabat sebagai Editor dari Journal kimia terkenal di Amrik dan
sejagat. Semua murid2 di department kami tau bahwa dia seorang yang sangat
“Cerdas” atau kalau kata orang Amrik “Highly Inteligent”. Tapi heran-nya, dia
adalah orang yang sangat rendah hati dan penuh sopan santun; semua colega-nya
mengkategori kan dia dengan kalimat “He is a Gentleman.” Professor RBB merupakan “Role Model” ku
sebagai Advisor.
Kembali
ke hasil riset yang “Nol Besar,” aku kemudian meminta ke Prof. RBB supaya aku
di perbolehkan mengejar sub-projek yang lain yang belum di kerjakan oleh
siapa-pun di laboratory. Prof. RBB tersenyum mengatakan, “Jabilik, are you
giving up on your current project? You have invested so much of your time on
it.” (Translasi bebas: Jabilik, apakah kau sudah pasrah dan nggak mau lagi
menerus-kan project yang kau lakukan sekarang? Kau sudah menaruh waktu dan
jerih payah dengan project ini).
Ku-jawab, “Dr. RBB, it is difficult for me to face inconsistent results
day in and day out for more than one year. I need a small success to motivate
me.” (Translasi bebas: Dr. RBB, sangat sukar bagiku menemukan hasil2 yang tak
konsistent setiap hari selama setahun. Aku butuh kesuksesan yang kecil untuk
membangkit-kan motivasi-ku.)
Dengan
senyum dan suara yang lemah lembut dia berkata, “So, what do you want to do?”
(Translasi: Jadi, apa yang mau kau lakukan?) Karena aku tau ada beberapa projek2 dari Prof.
RBB yang belum dilakukan siapapun, aku kemudian meminta bahwa salah satu
project itu akan kucoba. Setelah berdiskusi panjang lebar, dia setuju dengan
salah satu dari dua sub-projek yang belum dilakan oleh murid2-nay.
Aku
keluar dari kantor-nya dengan langkah yang tegap dan hati yang gembira.
Kupikir, “Ini merupakan The Big Chance yang kedua yang kudapat” karena The Big
Chance pertama adalah waktu aku diterima sebagai murid S3 dengan beasiswa
sebagai Teaching Assistant (TA). Ini adalah peluang yang sangat significant
karena aku diperbolehkan untuk menelusuri jalan baru. Dalam hatiku, peluang ini
tak akan ku sia-siakan.
Langsung
aku kembali ke meja-ku dan mulai menulis di “Lab notebook” rencana2 experiment2
yang baru yang secara garis besar-nya sudah di syah-kan oleh Prof. RBB. Sore itu
juga, aku mencari semua bahan2 kimia yang kubutuhkan. Karena Professor RBB
sudah lama bernaung di bidang-nya, aku tak punya problema untuk menemukan semua
bahan2 kimia yang ku-butuh-kan untuk experiment yang baru ini. Setelah kuramu
semua Zat2 kimia ini di dalam "Round Bottom flask", sekitar jam 5:30
sore aku keluar dari laboratori-ku menuju ke sepedaku.
Aku mendayung
sepeda untuk pulang ke apartment dengan penuh semangat; reaksi yang kuramu
masih berjalan di bawah “lemari reaksi” di laboratori ku. Sewaktu mendayung
sepeda, aku berpikir, “Aku akan balik ke laboratori dan reaksi ku akan ku hentikan
sekitar jam 9:00 malam. Kemudian akan kulakukan “Reaction Workup” untuk
mengisolasi hasil reaksi yang kulakukan.” Walaupun aku harus mendayaung sepeda
selama 20 menit, dengan tak terasa lelah, aku sudah nyampe di apartement-ku.
Ini mungkin karena ada injeksi semangat baru yang datang dari Prof. RBB.
Setelah
makan malam dan relax sedikit, aku mendayung sepeda untuk balik ke
laboratori-ku. Sekitar jam 10:30 malam, aku berhasil megkonsentrasikan hasil
isolasi reaksi kimia yang kulakukan sehingga meninggalkan material yang
berbentuk “gel” yang berwarna ke-kuning-kuningan yang dalam istilah orang kimia
sebagai “Crude Product.” Ku-ambil sedikit “crude product” ini dan kularutkan
dengan solvent; senyawa ini ku analisa dengan instrument yang bernama “NMR atau
Nuclear Magnetic Resonance.” Instrument ini memberikan “Chart atau Spectra”
yang bisa meganalisa struktur molekul yang ku-synthesa.
Sekitar
Jam 11:00 malam, setelah mengumpul-kan spectra2 NMR, aku menuju ke meja-ku di
laboratori untuk menginterpretasi NMR spectra dari senyawa kimia yang ku
synthesa. Ternyata, NMR menunjukkan bahwa senyawa “crude product” yang ku
isolasi adalah senyawa kimia yang ku-harapkan dan sejajar dengan theory dari
Prof. RBB.
Aku
berteriak-teriak sekeras mungkin, “Yes…Yes……Yeah……I did it…I did it!!” sambil
menepuk gendang di meja-ku sekeras mungkin seperti “Drum roll” nya “Paul and
the Band for The Late Night Show with David Letterman.” Jim White di ujung
laboratory yang berlawanan segera datang ke meja-ku dan berkata ”What’s up man?
What’s going on!!!” (Translasi: Ada apa
nih?). Kubilang, “I think, I did it!!!”
Jim
kembali bertanya, “Did you figure out your problems?” (Apakah kamu dapat solusi
problema-mu?). Kujawab, “No, but I ask for a new sub-project.” (Tidak, tapi aku
dapat sub-project baru). Ku jelaskan ke Jim bahwa aku bertemu dengan Prof. RBB
sore tadi untuk meminta sub-project baru. Kemudian kutunjuk kan ke si Jim
White, Notebook ku dan NMR spectrum yang kudapat dari “Crude Product.” Setelah menganalisa data2 yang kutunjuk-kan
kedia, dia tesenyum dan mengulur tangan-nya ke aku untuk besalaman, dan
langsung berkata, “Congratulation, I think, You did it man!!! RBB will be very
very happy for you…man…..!!!” (Selamat, kukira, kau sudah sukses memecah-kan
probelma mu kawan!!).
Jim kemudian
mengatakan, “Let’s celebrate by making fireworks with NBL.” (Ayok kita ber-celerbrasi dengan kembang api
NBL). NBL adalah larutan kimia yang pyrophoric yang disimpan di botol yang tertutup
ketat dibawah gas Argon. Kalau bahan kimia ini kena kontak dengan udara (O2)
dia akan terbakar memberikan api warna merah campur kuning. NBL adalah zat
kimia essential untuk research kami berdua. Tak jarang reaksi kami mengeluarkan
api kalau tak hati hati. Lemari reaksi-ku dan Jim pernah kebakaran kecil
sewaktu “glassware” kami terselip dari tangan dan pecah. Tapi semua murid2
Prof. RBB sudah dilatih untuk meggunakan “Fire Extinguisher” untuk mengatasi
api2” kecil.
Jim dan
aku pergi ke balkoni di lantai empat kami. Dia menyedot larutan NBL ke syringe (alat
penyuntik) yang besar, kemudian cairan ini di semprot-kan ke udara 45 derajat
kebawah kami. Ditengah malam terlihat semprotan n-butyl lithium yang berubah
menjadi api merah ke kuning-2an yang mengalir seperti air dan memancar seperti
kembang api. Jim dan aku tertawa ter-bahak2 kesenangan seperti anak kecil
melihat kembang api ala anak kimia.
Setelah
pulang ke apartement-ku, aku nggak bisa tidur se-malam-an. Pagi hari, HS
bertanya, ”Kok kamu nggak bisa tidur Jabilik, ada apa?” Kejelaskan kedia apa
yang kutemukan tadi malam. Dengan khas HS, dia pun tersenyum dan tertawa
mendengar berita baik ini, dan dia menyalam-ku sambil berkata, “Selamat Jabilik
Selamat! Wah apa kamu bisa selesai cepat
nih Jabilik?” Ku-jawab, “Tergantung kalau Prof. RBB setuju dengan interpretasi
ku dan Jim White bahwa aku betul2 membuat senyawa kimia yang kami prediksikan.
Aku akan temui dia pagi inii”
Jam
delapan pagi hari, aku langsung mendayung sepeda ke laboratori ku; sesampai
dimejaku, ku-persiapkan notebook dan spectra dari senyawa kimia yang ku-temukan
tadi malam. Aku langsung menuju ke kantor Prof. RBB. Prof. RBB punya “open
door” policy, jadi tak perlu pake “appointment.” Pintu-nya terbuka , dan
ku-sapa dia dengan senyum dan kata, “I think, I did it!!” Dia menjawab dengan
senyum, “Tell me about it!!”
Kuletak-kan
spectra2 dari senyawa yang ku-isolasi di meja-nya. Kuterangkan apa yang kutemui
tadi malam sambil menunjukkan hubung-kan spectra ini dan senyawa kimia yang ku
isolasi. Dia-pun menganalisa spectra2 ini
sambil betanya jawab dengan aku. Dengan senyum dia berkata, “Yes, you got it. Now
what next?” (Betul, kamu berhasil. Apa yang kau akan lakukan berikut-nya?). Kata2
ini membuat aku ecstatic.
Setelah
keluar dari kantor Prof. RBB benak-ku tak henti-henti-nya berfikir tentang
banyak experiment2 yang bisa ku-lakukan untuk menjawab pertanyaan2 kecil2 yang
hasil-nya bisa dibangun untuk menjawab hypothesa besar Prof. RBB. Karena
“injeksi” semangat baru dari arah riset-ku, rasa-nya tak ada rintangan yang
akan bisa mengalah-kan semangat baru-ku ini. Kalo kata orang Amrik, “The rest
is History.”
Salam
Damai dan Sejahtera!
v.v
No comments:
Post a Comment