Oleh: Zapheeker Sina Otto
Memang dari kecil si Zapheeker bukan orang yang pendiam
hanya dia jarang banyak berbicara apa yang tak perlu dibicarakan. Menurut orang
Amirk, “Zapheeker is a doer not a talker.” Kelemahan si Zapheeker adalah dia selalu
menyimak dan merekam perbincangan di lingkungan-nya dan hampir mirip2 orang mempunyai
photographic memory.
Ibu Zapheeker adalah seorang bidan yang bernama
Jaboting yang sehari-hari kerja di Puskesmas untuk Balita di Medan. Ibu Bidan Jaboting
terkenal di kampungnya dan di kampung2 sekitarnya karena Ibu ini selalu
dipanggil siang dan malam untuk menolong ibu2 yang akan melahirkan bayi mereka. Untuk mengikuti
jejak ibunya si Zapheeker pengen jadi dokter, tapi apa daya dia nggak lulus
masuk fakultas kedokteran di universitas terkenal di Jakarta. Alhasil, dia bisa
diterima di Jurusan Kimia di Universitas yang sama.

Setelah selesai sarjana muda dan sedang
menyelesaikan kuliah untuk sarjana, si Zapheeker di kasi kerjaan ngurisin
instrumentasi2 untuk analisa di departemen-nya. Zapheeker berlajar sedikit
banyak tentang elektronika dari bapak-nya yang bernama Jaradio. Jaradio pernah
punya toko radio di sentral pasar dekat percetakan Surat Kabar terkemuka di Medan.
Acapkali, kalau ada alat2 yang rusak di laboratori, si Zapheeker bisa
memperbaiki alat2 tersebut sebelum memanggil ahli (service person) dari
perusahan yang memproduksi alat tersebut. Terkadang, persoalan elektronika yang
sukar2 bisa tanyakan-nya ke abang kandung-nya si Zalectro.

Zalectro sudah kuliah di Jakarta dibidang
Elektro sebelum Zapheeker ke Jakarta. Zapheeker bergabung sekolah di Jakarta dengan
kedua abangnya Zalectro dan Jasekui. Zalectro adalah orang yang kreatif yang
bisa dikategorikan sebagai “Electronic Wizard’; karena apapun alat electronika
yang diperlukan, dia bisa buat atau rakit dengan membeli suku cadang dari
Glodok. Kalau problem kecil2an, Zapheeker tak perlu nanya ke Zalectro; hanya problema
electronika yang rumit2 saja baru-lah dia menanya ke Zalectro. Kalau Zasheqiu,
orangnya pintar bicara dan berdiplomasi, maklumlah dia anak fakultas hukum dan
suka ber-sekiu sekiu siang malam alias main radio amatir citizen band yang
dirakit oleh si Zalectro dari komponen2 yang dibeli murah di Glodok.

Sekitar bulan July, Zapheeker sedang melakukan
riset di laboratory kimia bahan alam untuk menyelasaikan thesis sarjana-nya
yang tujuan-nya mengisolasi dan menentukan struktur senyawa kimia
(seskuiterpene) yang tekandung di lada piper
cubeba. Lada ini bisa di beli di Pasar Besar di Bogor. Dasar alasan
penelitian adalah “karena lada piper
cubeba in sering di gunakan di pulau jawa untuk mengobati sakit perut, maka
si Zapheeker dan Dosen pembimbing-nya ingin meneliti senyawa2 apa yang
terkandung di lada ini.” Hypotesanya adalah “satu atau beberapa senyawa2 kimia
yang dikandung oleh lada ini kemungkinan mempunyai khasiat sebagai obat sakit
perut.”

Suatu
sore, Ketua jurusan (Kajur) dari departemen masuk ke laboratori penelitian-nya
mengatakan, “Zapheeker, ini ada Professor Wilkinson akan datang dari
Departement of Chemistry, University di US bulan September. Dia dari kimia
Analisis, kamu saya tugaskan untuk memberikan penjelasan tentang intrument2
yang kita miiki di depertemen kita. Kamu berikan tour tentang instrumentasi2
yang ada di Jurusan kita yah.”

Dagu si Zapheeker
terjatuh dan mulut-nya tercengang lebar. Jantung si Zapheeker
ber-gedebak-gedebuk seperti baru lari “sprinting” untuk mengumpan bola ke
penalti box di lapangan bola Kuningan sebagai “sayap kanan dan kapten” dari
kesebelasan sepak bola Fakultas Sains yang menaklukkaan Fakultas Ekonomi di
kejuaraan antar Fakultas di Universitas-nya tahun sebelumnya. Tapi Zapheeker mencoba
secara tenang menjawab, “Baik Pak Kajur, saya akan lakukan.” Berbagai issues
melintas di benak si Zapheeker seperti, “Apa-kah bahasa Inggris-ku cukup baik
dan bisa di-mengerti Prof. Wilkinson?
Wah, malu
pula awak ini nanti kalau salah2 menerang-kan tentang instrumen2 yang ada di
Departemen kami.”
Banyak lagi pikiran2
yang membuat si Zapheeker "keder" dan dag-dig-dug untuk ketemu Prof.
Wilkinson. Akhir-nya dia memutuskan dalam hati-nya, “Kalau-pun bahasa
Inggris-ku belepotan, paling tidak aku coba sebaik mungkin berkomunikasi dengan
dia. Mengenai salah menerangkan, aku-pun kan sudah baca Textbook2 bahasa
Inggris yang sama dengan anak-murid di Amerika. Sejak SD-pun aku sudah less
bahasa Inggris tiga kali seminggu dari kelas 6 SD dengan Pak Lik dan Sammy
yang masing2 lulusan dari Oxford.” Zapheeker masih terus melamun, “Pak Jatohang
di SMA dan Jatonang di SMP pun sudah jago-jago-nya mereka ngajarin aku berbahasa
Inggris di sekolah di Medan. Tak usah takut-lah awak ini; hadapi aja apa adanya
dan pantang mundur seperti yang sudah diajarkan bapakku, Jaradio.”
September
sudah tiba, Professor Wilkinson muncul di Departemen dan si Zapheeker sebagai
“tukang tour instrumen di departemen" selalu ngobrol dengan Professor
Wilkinson dalam perjalanan dari satu ruang instrumen ke ruang instrumen
lain. Setelah selesai tour, Prof. Wilkinson
bertanya, “Apakah anda murid atau staff pengajar disiini?” Zapheeker menjawab, “Saya
bukan staff pengajar tetapi saya hanya assisten laboratory yang merawat
instrumentasi disini.”
Prof.
Wilkinson bertanya, “Apakah kamu berminat untuk mengejar Ph.D. degree di
Amerika?” Si Zapheeker menjawab, ”Saya sangat kepingin untuk belajar di
Amerika tetapi orang tua kami bukan orang yang berada. Orang tua kami nggak
bisa mengirim kami keluar dari Indonesia. Saat ini, mereka harus berjuang keras
untuk bisa membiayai sekolah kami betiga anak2 mereka (Zasheqiu, Zalectro, dan Zapheeker)
di Jakarta. Prof. Wilkinson berkata, “Oh .. Itu nggak ada masaalah! Kami bisa men-support
anda dengan Teaching Assistanship (TA)).”
Si Zapheeker
melongoh tak percaya dan berpikir, “Apa pulak kawan ini, apa betul dia serius
atau hanya bercanda saja!” Jantung si Zapheeker
berdetak keras, kaki-nya bergetar, dan badan-nya merpertinggi produksi adrenaline.
Si Zapheeker langsung bertanya, “Bolehkah anda jelaskan lebih banyak tentang
apa itu yang anda maksud dengan Teaching Assistant?”
Prof. Wilkinson
menjawab, “Yah….Semua murid2 pasca sarjana di Amerika mendapat dana TA atau RA.
Untuk TA, murid2 pasca sarjana dapat gaji cukup untuk hidup tetapi mereka harus
mengajar di laboratory tiga kali seminggu. Untuk RA, mereka dana dengan untuk
melakukan riset; tetapi, RA fellowship sukar didapat murid pasca sarjana karena
sangat kompetetif. Murid2 pasca sarjana mengajar sambil mengambil kuliah pasca
sarjana mereka dan juga menyelesaikan riset Ph.D. desirtasi mereka.”
Si Zapheeker
terheran-heran sambil gembira dan berkata dalam hati, “Wow, tak kusangka ini
ada peluang yang baik bagiku.” Zapheeker
kemudian bertanya, “Prof. Wilkinson, apa yang harus saya lakukan untuk mendapat
Teaching Assistantship? Prof. Wilkinson menjawab, “Petama-tama, saya harus
menginterview anda tentang pengetahuan kimia anda dan kemampuan mu menerangkan
apa yang ada di benak-mu ke saya!! Bisa kita cari ruangan yang ada papan tulis
supaya saya bisa bertanya jawab dengan anda.” Memang Pak Kajur sebelumnya sudah
mengingatkan Zapheeker bahwa Professor ini pengen bertemu dan meginteview
seorang murid dan dua staff pengajar di departement-nya.
Setelah
berada di ruang interview, Prof. Wilkinson berkata , “Coba kamu berdiri dekat
papan tulis dan saya akan bertanya jawab dengan kamu tentang kimia. Prof.
Wilkinson dan Zapheeker bertanya jawab sekitar satu jam.
Setelah dia puas, dia bilang, “Ok, saya sudah
puas. Silahkan duduk. Menurut opiniku, kamu bisa mengajar sebagai Teaching
Assistant (TA) di departemen kami. Saya
akan menulis surat rekomendasi yang kuat untuk men-support applikasi kamu
sebagai murid pasca sarjana dan TA di departemen kami. Kamu harus mengambil TOEFL
alias Test of
English as a Foreign Language dan GRE alias Graduate Record Examinations. Kamu
akan saya kabari setelah saya pulang dari Indonesia.”
Setelah
pertemuan selesai, Zapheeker keluar gedung dan duduk menyendiri tertegun
berpikir di taman Fakultas Ekonomi yang berada didepan gedung Sains. Lima belas
menit kemudian, dia keluar dari Univesitas menuju ke Salemba raya menuju ke
halte bus ke
Manggarai yang nyabung ke Saharjo ketempat indekos sewaan setelah pindah dari
kamar kos2an di Salemba Tengah.
Sampe di kamar
indekos, Zapheeker ketemu Zasheqiu lagi main “Radio Citizen Band (CB)” dan Zalectro
yang sedang santai dengan menyulut rokok Dji Sam Soe-nya. Jasekui medarat dari
udara sewaktu mendengar Zapheeker bercerita tentang kemungkinan bahwa ada
peluang untuk dia meneruskan sekolah ke Amerika. Zapheeker bercerita tentang
pengalaman-nya di interview oleh Professor Wilkinson.
Janji
Prof. Wikinson itu memang betul. Zapheeker menerima surat dan formulir aplikasi
ke Universitas di Amerika dari Prof. Wilkinson. Zapheeker langsung sibuk untuk
persiapan TOEFL dan GRE. Pertengahan December, formulir aplikasi dan semua
sarat2 untuk masuk ke Program Paska Sarjana sudah dikirim ke Amerika.
Zapheeker
masih melakukan riset untuk sarjana sampai bulan April tahun berikutnya. Awal
bulan May, Zapheeker mendapat surat tipis dari Universitas di Amerika yang
menyatakan, “Selamat! Anda telah diterima di Program Pasca Sarjana di bidang
Kimia. Anda juga diberikan Teaching Assistantship dengan dana sebeasar
$X,XXX/tahun. Kami berharap anda bereda di departemen kami pada awal bulan
Agustus.
Zapheeker
hampir tak percaya dengan isi surat dari Amerika ini. Zapheeker dan abang-nya
memanjatkan Doa syukur ke Tuhan Yang Maha Kuasa yang dipimpin oleh Zasheqiu.
Mereka merenung-kan bahwa memang jalan hidup seseorang memang tak ada yang bisa
tahu. Zapheeker berangkat sekolah ke Amerika awal bulan Augustus tahun itu.
Zapheeker
percaya bahwa nasib itu dibangun perlahan-lahan dengan rekam jejak secara tidak
sadar. Ada pula Louis Pasteur yang berkata “Chance only favors the prepared
mind” (Terjemahan bebas: Peluang hanya menuju ke orang yang sudah siap menerima-nya).
Tapi apa
pun yang terjadi ke Zapheeker dia hanya bisa bersyukur ke Tuhan Yang Maha
Kuasa!!!
Salam Sejahtera!!
v.v