Oleh: Zapheeker Sina
Otto
Kata-nya,
“Humans are creatures of habit” (Terjemahan bebas: Manusia adalah mahluk
berkebiasaan).
Pernahkan anda berkunjung ke Negara yang
lalu-lintasnya berjalan di sebelah kanan?
Kalau pernah, apakah anda pernah melakukan
hal2 seperti yang ku sebutkan dibawah ini?
Waktu baru tiba di
Negara Paman Sam, di kampus pada waktu pergantian kelas menuju ke kelas
berikut, aku selalu ber-benturan di tangga dan side walk sama banyak murid2
lain yang juga menuju ke kelas mereka masing. Kok bisa begitu?
Yah, pasti bisa
begitu, karena aku jalan kaki di sebelah kiri dan mereka dengan berlawanan arah
berjalan di sebelah kanan. Jadi hampir setiap saat terdengar kata2 “Please
excuse me!” atau “Excuse Me!” atau “Pardon me” atau “Sorry!” dari mulut murid2
lain yang berpapasan dengan ku. Waktu itu aku masih binun2 saja, seperti “Deer
in the headlights”
Fast forward
beberapa decade, beberapa tahun lalu aku kedatangan dua murid (suami dan istri)
dari Indonesia yang kedua duanya akan melakukan riset selama 2 tahun di
laboratoryku. Karena mereka membawa dua anak, maka mereka membutuhkan mobil
untuk kebutuhan transportasi se-hari2.
Untuk membeli mobil
second hand (Pre-owned car), pembeli mobil harus punya surat ijin mengemudi
(SIM) terlebih dahulu. Jadi aku sarankan Mas Wawan untuk ujian mengambil SIM di
division of motor vehicles (DMV).
Dia kuantar dengan
truck-ku ke DMV untuk ujian tulisan mendapat SIM. Dia dengan mudah lulus ujian
tulisan tersebut. Kalo nggak salah, syaratnya dia harus menjawab 20 pertanyaan
dan dia hanya boleh salah jawab 3 pertanyaan. Aku sudah lupa karena nggak
pernah ngambil ujian lagi sejak dulu2.
Setelah lulus ujian
tulisan ini, dia harus mengambil ujian praktek. Jadi Mas Wawan bilang ke saya, “Pak Jab, boleh ku pinjam Truck mu
untuk test praktek SIM?” Kujawab, “Mas nanti dulu, Mas praktek dulu dengan
truck saya beberapa hari, baru Mas balik kuantar lagi ke DMV untuk ujian praktek.”
Dengan percaya diri, Mas Wawan bilang, “Ah, kan saya sudah lama nyetir di
Jakarta. Saya pengen cepat dapat SIM; kalau bisa hari ini juga!”
Ku pikir2,
“Betul juga yah. Dia kan anak Jakarta yang sudah pengalaman nyetir di jalan2
sempit di Jakarta.” Secara jujur, aku sangat salut sama pengemudi2 mobil di
Indonesia, apalagi di Jakarta. Dengan ruang sempit mereka bisa megukur dengan
tepat bahwa mobil mereka bisa masuk tanpa nyenggol-sana nyenggol-sini. Jujur2
saja, aku sendiri tak berani nyetir di Medan apalagi di Jakarta.
Setelah kunci truck
ku berikan ke Mas Wawan, dia masuk ke kantor DMV untuk meminta supaya di uji
praktek menyetir. Karena udara sangat segar dan cerah, aku menuggu di bangku
taman di daerah parkiran dihalaman DMV. Aku duduk dekat dimana truck ku di
parkir, kulihat Mas Wawan datang dengan seorang penguji yang memegang
clip-board.
Mas Wawan dan penguji naik ke truck ku dan aku hanya nogkrong di bangku taman mengamati mereka. Mula2 Mas Wawan di suruh maju dan mundur dan kemudian “parallel parking.” Memang benar, anak Jakarta pada jago nyetir; dia lulus semua ujian yang berada di parking lot tanpa problem.
Setelah selesai
ujian di parking lot, Pak Penguji di bangku penumpang meminta Mas Wawan untuk
menyetir keluar parking lot menuju ke jalan raya. Pak penguji meminta Mas
Wawan belok ke kiri ke jalan raya yang cukup besar. Dengan lugas Mas Wawan
langsung belok kekiri ke jalan yang paling kiri yang paling dekat dengan dia,
seperti nyetir di Jakarta.
Melihat hal ini
dari bangku taman, aku langsung menutup mataku dan berseru “Ohhh No!!! Kemudian
kudengar banyak suara2 kleskon dan jeritan suara ban2 yang bergesekan dengan
aspal karena para pengemudi mengerem mobil2 mereka untuk menghidari tabrakan
dengan truck ku yang di setir Mas Wawan. Beberapa mobil lain bisa meghindari truck tanpa ada terjadi
kecelakaan. Mas Wawan menyetir kearah berlawanan alias “THE WRONG WAY”.
Kulihat Mas Wawan
meminggirkan truck ku ke bahu jalan dan
Pak penguji mengambil alih posisi sopir dan menyetir truck untuk balik
keparking lot. Setelah dia memberi kunci truck ke Mas Wawan, Pak Penguji
berkata ke Mas Wawan, “You failed the test!! Come back when you are ready!!!”.
Pak penguji kelihatan murung, mungkin dia juga dak-dik-duk waktu disetir ke
arah “THE WRONG WAY.”
Setelah Mas Wawan
berlatih membiasakan menyetir truck ku beberapa hari, dia lulus ujian praktek
untuk dapat SIM.
Akupun kalo
berkunjung ke Indonesia, suka salah kaprah kalo mau naik mobil sebagai
penumpang. Aku selalu jalan menuju ke pintu sebelah kanan depan dari mobil yang
akan kutumpangi. Terkadang Abangku yang akan menyetir selalu bercanda, “Mau
nyetir kau Jab!!” Sama seperti cerita Mas Wawan, kebiasaan ku pun sukar dirubah
secara otomatis.
Akupun kalo mau
nyebrang jalan di Indonesia, tanpa sadar selalu menengok ke kiri dulu baru ke
kanan. Yang seharusnya di Indonesia, aku harus menengok ke kanan dulu karena
kenderaan yang terdekat dengan aku berada di sebelah kanan. Sama saja kalau mau
turun tangga bus ke aspal jalan di Indonesia, seharusnya pake kaki kiri bukan kaki
kanan seperti di Amrik.
Memang begitulah,
kebiasaan (habit) kita yang memang tidak mudah di rubah secara otomatis. Untuk
merubahnya, kita butuh waktu untuk beradaptasi karena pada hakekatnya kita
adalah “creatures of habit.”
Salam Sejahtera!
v.v
No comments:
Post a Comment