Saturday, October 17, 2015

Creatures of Habit

Oleh: Zapheeker Sina Otto

Kata-nya, “Humans are creatures of habit” (Terjemahan bebas: Manusia adalah mahluk berkebiasaan).

Pernahkan anda berkunjung ke Negara yang lalu-lintasnya berjalan di sebelah kanan?

Kalau pernah, apakah anda pernah melakukan hal2 seperti yang ku sebutkan dibawah ini?



Waktu baru tiba di Negara Paman Sam, di kampus pada waktu pergantian kelas menuju ke kelas berikut, aku selalu ber-benturan di tangga dan side walk sama banyak murid2 lain yang juga menuju ke kelas mereka masing. Kok bisa begitu?  

Yah, pasti bisa begitu, karena aku jalan kaki di sebelah kiri dan mereka dengan berlawanan arah berjalan di sebelah kanan. Jadi hampir setiap saat terdengar kata2 “Please excuse me!” atau “Excuse Me!” atau “Pardon me” atau “Sorry!” dari mulut murid2 lain yang berpapasan dengan ku. Waktu itu aku masih binun2 saja, seperti “Deer in the headlights” 

Fast forward beberapa decade, beberapa tahun lalu aku kedatangan dua murid (suami dan istri) dari Indonesia yang kedua duanya akan melakukan riset selama 2 tahun di laboratoryku. Karena mereka membawa dua anak, maka mereka membutuhkan mobil untuk kebutuhan transportasi se-hari2.
Untuk membeli mobil second hand (Pre-owned car), pembeli mobil harus punya surat ijin mengemudi (SIM) terlebih dahulu. Jadi aku sarankan Mas Wawan untuk ujian mengambil SIM di division of motor vehicles (DMV).

Dia kuantar dengan truck-ku ke DMV untuk ujian tulisan mendapat SIM. Dia dengan mudah lulus ujian tulisan tersebut. Kalo nggak salah, syaratnya dia harus menjawab 20 pertanyaan dan dia hanya boleh salah jawab 3 pertanyaan. Aku sudah lupa karena nggak pernah ngambil ujian lagi sejak dulu2.
  
Setelah lulus ujian tulisan ini, dia harus mengambil ujian praktek. Jadi Mas Wawan bilang  ke saya, “Pak Jab, boleh ku pinjam Truck mu untuk test praktek SIM?” Kujawab, “Mas nanti dulu, Mas praktek dulu dengan truck saya beberapa hari, baru Mas balik kuantar lagi ke DMV untuk ujian praktek.” Dengan percaya diri, Mas Wawan bilang, “Ah, kan saya sudah lama nyetir di Jakarta. Saya pengen cepat dapat SIM; kalau bisa hari ini juga!” 
 



Ku pikir2, “Betul juga yah. Dia kan anak Jakarta yang sudah pengalaman nyetir di jalan2 sempit di Jakarta.” Secara jujur, aku sangat salut sama pengemudi2 mobil di Indonesia, apalagi di Jakarta. Dengan ruang sempit mereka bisa megukur dengan tepat bahwa mobil mereka bisa masuk tanpa nyenggol-sana nyenggol-sini. Jujur2 saja, aku sendiri tak berani nyetir di Medan apalagi di Jakarta.
Setelah kunci truck ku berikan ke Mas Wawan, dia masuk ke kantor DMV untuk meminta supaya di uji praktek menyetir. Karena udara sangat segar dan cerah, aku menuggu di bangku taman di daerah parkiran dihalaman DMV. Aku duduk dekat dimana truck ku di parkir, kulihat Mas Wawan datang dengan seorang penguji yang memegang clip-board.


Mas Wawan dan penguji naik ke truck ku dan aku hanya nogkrong di bangku taman mengamati mereka. Mula2 Mas Wawan di suruh maju dan mundur dan kemudian “parallel parking.” Memang benar, anak Jakarta pada jago nyetir; dia lulus semua ujian yang berada di parking lot tanpa problem.

Setelah selesai ujian di parking lot, Pak Penguji di bangku penumpang meminta Mas Wawan untuk menyetir keluar parking lot menuju ke jalan raya. Pak penguji meminta Mas Wawan belok ke kiri ke jalan raya yang cukup besar. Dengan lugas Mas Wawan langsung belok kekiri ke jalan yang paling kiri yang paling dekat dengan dia, seperti nyetir di Jakarta.

Melihat hal ini dari bangku taman, aku langsung menutup mataku dan berseru “Ohhh No!!! Kemudian kudengar banyak suara2 kleskon dan jeritan suara ban2 yang bergesekan dengan aspal karena para pengemudi mengerem mobil2 mereka untuk menghidari tabrakan dengan truck ku yang di setir Mas Wawan. Beberapa mobil lain bisa  meghindari truck tanpa ada terjadi kecelakaan. Mas Wawan menyetir kearah berlawanan alias “THE WRONG WAY”.

Kulihat Mas Wawan meminggirkan truck ku ke  bahu jalan dan Pak penguji mengambil alih posisi sopir dan menyetir truck untuk balik keparking lot. Setelah dia memberi kunci truck ke Mas Wawan, Pak Penguji berkata ke Mas Wawan, “You failed the test!! Come back when you are ready!!!”. Pak penguji kelihatan murung, mungkin dia juga dak-dik-duk waktu disetir ke arah “THE WRONG WAY.”

Setelah Mas Wawan berlatih membiasakan menyetir truck ku beberapa hari, dia lulus ujian praktek untuk dapat SIM.

Akupun kalo berkunjung ke Indonesia, suka salah kaprah kalo mau naik mobil sebagai penumpang. Aku selalu jalan menuju ke pintu sebelah kanan depan dari mobil yang akan kutumpangi. Terkadang Abangku yang akan menyetir selalu bercanda, “Mau nyetir kau Jab!!” Sama seperti cerita Mas Wawan, kebiasaan ku pun sukar dirubah secara otomatis.

Akupun kalo mau nyebrang jalan di Indonesia, tanpa sadar selalu menengok ke kiri dulu baru ke kanan. Yang seharusnya di Indonesia, aku harus menengok ke kanan dulu karena kenderaan yang terdekat dengan aku berada di sebelah kanan. Sama saja kalau mau turun tangga bus ke aspal jalan di Indonesia, seharusnya pake kaki kiri bukan kaki kanan seperti di Amrik.

Memang begitulah, kebiasaan (habit) kita yang memang tidak mudah di rubah secara otomatis. Untuk merubahnya, kita butuh waktu untuk beradaptasi karena pada hakekatnya kita adalah “creatures of habit.”

Salam Sejahtera!

v.v

No comments:

Post a Comment