Tuesday, October 20, 2015

Zapheeker Pergi ke Amrik?


Oleh: Zapheeker Sina Otto

Memang dari kecil si Zapheeker bukan orang yang pendiam hanya dia jarang banyak berbicara apa yang tak perlu dibicarakan. Menurut orang Amirk, “Zapheeker is a doer not a talker.” Kelemahan si Zapheeker adalah dia selalu menyimak dan merekam perbincangan di lingkungan-nya dan hampir mirip2 orang mempunyai photographic memory. 


Ibu Zapheeker adalah seorang bidan yang bernama Jaboting yang sehari-hari kerja di Puskesmas untuk Balita di Medan. Ibu Bidan Jaboting terkenal di kampungnya dan di kampung2 sekitarnya karena Ibu ini selalu dipanggil siang dan malam untuk menolong ibu2 yang  akan melahirkan bayi mereka. Untuk mengikuti jejak ibunya si Zapheeker pengen jadi dokter, tapi apa daya dia nggak lulus masuk fakultas kedokteran di universitas terkenal di Jakarta. Alhasil, dia bisa diterima di Jurusan Kimia di Universitas yang sama.


Setelah selesai sarjana muda dan sedang menyelesaikan kuliah untuk sarjana, si Zapheeker di kasi kerjaan ngurisin instrumentasi2 untuk analisa di departemen-nya. Zapheeker berlajar sedikit banyak tentang elektronika dari bapak-nya yang bernama Jaradio. Jaradio pernah punya toko radio di sentral pasar dekat percetakan Surat Kabar terkemuka di Medan. Acapkali, kalau ada alat2 yang rusak di laboratori, si Zapheeker bisa memperbaiki alat2 tersebut sebelum memanggil ahli (service person) dari perusahan yang memproduksi alat tersebut. Terkadang, persoalan elektronika yang sukar2 bisa tanyakan-nya ke abang kandung-nya si Zalectro.


Zalectro sudah kuliah di Jakarta dibidang Elektro sebelum Zapheeker ke Jakarta. Zapheeker bergabung sekolah di Jakarta dengan kedua abangnya Zalectro dan Jasekui. Zalectro adalah orang yang kreatif yang bisa dikategorikan sebagai “Electronic Wizard’; karena apapun alat electronika yang diperlukan, dia bisa buat atau rakit dengan membeli suku cadang dari Glodok. Kalau problem kecil2an, Zapheeker tak perlu nanya ke Zalectro; hanya problema electronika yang rumit2 saja baru-lah dia menanya ke Zalectro. Kalau Zasheqiu, orangnya pintar bicara dan berdiplomasi, maklumlah dia anak fakultas hukum dan suka ber-sekiu sekiu siang malam alias main radio amatir citizen band yang dirakit oleh si Zalectro dari komponen2 yang dibeli murah di Glodok.


Sekitar bulan July, Zapheeker sedang melakukan riset di laboratory kimia bahan alam untuk menyelasaikan thesis sarjana-nya yang tujuan-nya mengisolasi dan menentukan struktur senyawa kimia (seskuiterpene) yang tekandung di lada piper cubeba. Lada ini bisa di beli di Pasar Besar di Bogor. Dasar alasan penelitian adalah “karena lada piper cubeba in sering di gunakan di pulau jawa untuk mengobati sakit perut, maka si Zapheeker dan Dosen pembimbing-nya ingin meneliti senyawa2 apa yang terkandung di lada ini.” Hypotesanya adalah “satu atau beberapa senyawa2 kimia yang dikandung oleh lada ini kemungkinan mempunyai khasiat sebagai obat sakit perut.”


Suatu sore, Ketua jurusan (Kajur) dari departemen masuk ke laboratori penelitian-nya mengatakan, “Zapheeker, ini ada Professor Wilkinson akan datang dari Departement of Chemistry, University di US bulan September. Dia dari kimia Analisis, kamu saya tugaskan untuk memberikan penjelasan tentang intrument2 yang kita miiki di depertemen kita. Kamu berikan tour tentang instrumentasi2 yang ada di Jurusan kita yah.”


Dagu si Zapheeker terjatuh dan mulut-nya tercengang lebar. Jantung si Zapheeker ber-gedebak-gedebuk seperti baru lari “sprinting” untuk mengumpan bola ke penalti box di lapangan bola Kuningan sebagai “sayap kanan dan kapten” dari kesebelasan sepak bola Fakultas Sains yang menaklukkaan Fakultas Ekonomi di kejuaraan antar Fakultas di Universitas-nya tahun sebelumnya. Tapi Zapheeker mencoba secara tenang menjawab, “Baik Pak Kajur, saya akan lakukan.” Berbagai issues melintas di benak si Zapheeker seperti, “Apa-kah bahasa Inggris-ku cukup baik dan bisa di-mengerti Prof. Wilkinson?   Wah, malu pula awak ini nanti kalau salah2 menerang-kan tentang instrumen2 yang ada di Departemen kami.”

Banyak lagi pikiran2 yang membuat si Zapheeker "keder" dan dag-dig-dug untuk ketemu Prof. Wilkinson. Akhir-nya dia memutuskan dalam hati-nya, “Kalau-pun bahasa Inggris-ku belepotan, paling tidak aku coba sebaik mungkin berkomunikasi dengan dia. Mengenai salah menerangkan, aku-pun kan sudah baca Textbook2 bahasa Inggris yang sama dengan anak-murid di Amerika. Sejak SD-pun aku sudah less bahasa Inggris tiga kali seminggu dari kelas 6 SD dengan Pak Lik dan Sammy yang masing2 lulusan dari Oxford.” Zapheeker masih terus melamun, “Pak Jatohang di SMA dan Jatonang di SMP pun sudah jago-jago-nya mereka ngajarin aku berbahasa Inggris di sekolah di Medan. Tak usah takut-lah awak ini; hadapi aja apa adanya dan pantang mundur seperti yang sudah diajarkan bapakku, Jaradio.”

September sudah tiba, Professor Wilkinson muncul di Departemen dan si Zapheeker sebagai “tukang tour instrumen di departemen" selalu ngobrol dengan Professor Wilkinson dalam perjalanan dari satu ruang instrumen ke ruang instrumen lain.  Setelah selesai tour, Prof. Wilkinson bertanya, “Apakah anda murid atau staff pengajar disiini?” Zapheeker menjawab, “Saya bukan staff pengajar tetapi saya hanya assisten laboratory yang merawat instrumentasi disini.”

Prof. Wilkinson bertanya, “Apakah kamu berminat untuk mengejar Ph.D. degree di Amerika?”  Si Zapheeker menjawab, ”Saya sangat kepingin untuk belajar di Amerika tetapi orang tua kami bukan orang yang berada. Orang tua kami nggak bisa mengirim kami keluar dari Indonesia. Saat ini, mereka harus berjuang keras untuk bisa membiayai sekolah kami betiga anak2 mereka (Zasheqiu, Zalectro, dan Zapheeker) di Jakarta. Prof. Wilkinson berkata, “Oh .. Itu nggak ada masaalah! Kami bisa men-support anda dengan Teaching Assistanship (TA)).”

Si Zapheeker melongoh tak percaya dan berpikir, “Apa pulak kawan ini, apa betul dia serius atau hanya bercanda saja!”  Jantung si Zapheeker berdetak keras, kaki-nya bergetar, dan badan-nya merpertinggi produksi adrenaline. Si Zapheeker langsung bertanya, “Bolehkah anda jelaskan lebih banyak tentang apa itu yang anda maksud dengan Teaching Assistant?”

Prof. Wilkinson menjawab, “Yah….Semua murid2 pasca sarjana di Amerika mendapat dana TA atau RA. Untuk TA, murid2 pasca sarjana dapat gaji cukup untuk hidup tetapi mereka harus mengajar di laboratory tiga kali seminggu. Untuk RA, mereka dana dengan untuk melakukan riset; tetapi, RA fellowship sukar didapat murid pasca sarjana karena sangat kompetetif. Murid2 pasca sarjana mengajar sambil mengambil kuliah pasca sarjana mereka dan juga menyelesaikan riset Ph.D. desirtasi mereka.”

Si Zapheeker terheran-heran sambil gembira dan berkata dalam hati, “Wow, tak kusangka ini ada peluang yang baik bagiku.”  Zapheeker kemudian bertanya, “Prof. Wilkinson, apa yang harus saya lakukan untuk mendapat Teaching Assistantship? Prof. Wilkinson menjawab, “Petama-tama, saya harus menginterview anda tentang pengetahuan kimia anda dan kemampuan mu menerangkan apa yang ada di benak-mu ke saya!! Bisa kita cari ruangan yang ada papan tulis supaya saya bisa bertanya jawab dengan anda.” Memang Pak Kajur sebelumnya sudah mengingatkan Zapheeker bahwa Professor ini pengen bertemu dan meginteview seorang murid dan dua staff pengajar di departement-nya.

Setelah berada di ruang interview, Prof. Wilkinson berkata , “Coba kamu berdiri dekat papan tulis dan saya akan bertanya jawab dengan kamu tentang kimia. Prof. Wilkinson dan Zapheeker bertanya jawab sekitar satu jam. 

Setelah dia puas, dia bilang, “Ok, saya sudah puas. Silahkan duduk. Menurut opiniku, kamu bisa mengajar sebagai Teaching Assistant (TA) di departemen kami.  Saya akan menulis surat rekomendasi yang kuat untuk men-support applikasi kamu sebagai murid pasca sarjana dan TA di departemen kami. Kamu harus mengambil TOEFL alias Test of English as a Foreign Language dan GRE alias Graduate Record Examinations. Kamu akan saya kabari setelah saya pulang dari Indonesia.”

Setelah pertemuan selesai, Zapheeker keluar gedung dan duduk menyendiri tertegun berpikir di taman Fakultas Ekonomi yang berada didepan gedung Sains. Lima belas menit kemudian, dia keluar dari Univesitas menuju ke Salemba raya menuju ke halte bus ke Manggarai yang nyabung ke Saharjo ketempat indekos sewaan setelah pindah dari kamar kos2an di Salemba Tengah.

Sampe di kamar indekos, Zapheeker ketemu Zasheqiu lagi main “Radio Citizen Band (CB)” dan Zalectro yang sedang santai dengan menyulut rokok Dji Sam Soe-nya. Jasekui medarat dari udara sewaktu mendengar Zapheeker bercerita tentang kemungkinan bahwa ada peluang untuk dia meneruskan sekolah ke Amerika. Zapheeker bercerita tentang pengalaman-nya di interview oleh Professor Wilkinson.

Janji Prof. Wikinson itu memang betul. Zapheeker menerima surat dan formulir aplikasi ke Universitas di Amerika dari Prof. Wilkinson. Zapheeker langsung sibuk untuk persiapan TOEFL dan GRE. Pertengahan December, formulir aplikasi dan semua sarat2 untuk masuk ke Program Paska Sarjana sudah dikirim ke Amerika.

Zapheeker masih melakukan riset untuk sarjana sampai bulan April tahun berikutnya. Awal bulan May, Zapheeker mendapat surat tipis dari Universitas di Amerika yang menyatakan, “Selamat! Anda telah diterima di Program Pasca Sarjana di bidang Kimia. Anda juga diberikan Teaching Assistantship dengan dana sebeasar $X,XXX/tahun. Kami berharap anda bereda di departemen kami pada awal bulan Agustus.

Zapheeker hampir tak percaya dengan isi surat dari Amerika ini. Zapheeker dan abang-nya memanjatkan Doa syukur ke Tuhan Yang Maha Kuasa yang dipimpin oleh Zasheqiu. Mereka merenung-kan bahwa memang jalan hidup seseorang memang tak ada yang bisa tahu. Zapheeker berangkat sekolah ke Amerika awal bulan Augustus tahun itu.

Zapheeker percaya bahwa nasib itu dibangun perlahan-lahan dengan rekam jejak secara tidak sadar. Ada pula Louis Pasteur yang berkata “Chance only favors the prepared mind” (Terjemahan bebas: Peluang hanya menuju ke orang yang sudah siap menerima-nya).

Tapi apa pun yang terjadi ke Zapheeker dia hanya bisa bersyukur ke Tuhan Yang Maha Kuasa!!!

Salam Sejahtera!!

v.v

No comments:

Post a Comment