Friday, October 16, 2015

Makanan, Sahabat, dan Perpustakaan

Oleh: Zapheeker Sina Otto



Jam 12:30 kelas baru selesai dan perut si Japikkir sudah keroncongan. Dia mengajak sahabat baik-nya Ruhe Sangkoso untuk bersantap siang. Ruhe adalah anak mahasiswa seangakatan-nya yang berasal dari Nganjuk, Jawa Timur. Kenapa Japikkir “Anak Medan” bisa berteman baik dengan “Anak Nganjuk”? Siapa yang tau. Mungkin, mereka berdua selalu blak-blak-an satu sama lain dalam memberi dan menerima pendapat masing2.

Sebagai orang yang merantau, tentunya, Japikkir dan Ruhe memilih tempat yang berkategori "Murah Meriah” untuk tempat makan siang. Keputusannya pada saat itu adalah "WarTeg" (Warung Tegal) di dekat Fakultas Teknik.

Setelah menyelisip diantara bangku panjang dan kain penghadang matahari, Japikkir dan Ruhe mendapat tempat duduk yang boleh dikatakan strategis tetapi dekat ke tungku masakan. "Standard Pesanan" mereka berdua adalah: satu mangkok sup daging, seporsi nasi, satu sambal telor-ayam, dan teh untuk minuman.

Pesanan mereka segera datang dengan cepat, lebih cepat dari fast-food McDonald. Ruhe dan Japikkir menikmati makanan “WarTeg “yang hangat dengan keringat yang mencucur dari dahi dan pipi. Mereka tidak tahu apakah keringat ini disebabkan oleh kepanasan duduk dekat tungku pada terik matahari Salemba, atau memang sambal telor-ayam yang men-trigger pelepasan hormon endorphins di otak mereka berdua. Regardless, makanan siang ini mereka nikmati secara physical dan spiritual.

Setelah selesai makan, Ruhe mengeluarkan dari kantongnya rokok Dji Sam Soe (234 = 9) yang berbungkus warna kuning-lumpur, dan menyulut rokok tersebut. Setelah menarik asap rokok tersebut kedalam paru-parunya sedalam mungkin, dia secara artistic melepaskan asap rokok tersebut melalui hidung dan mulut. Dia tidak menawarkan Dji Sam Soe-nya ke Japikkir, karena dia sudah tau bahwa si Japikkir tidak suka merokok.

Setelah bayaran, mereka berdua keluar dari “WarTeg” dengan melangkah pelan-pelan di jalan aspal yang sejajar dengan Fakultas Teknik menuju ke arah Bengkel dengan tujuan akhir ke perpustakaan Fakultas Ekonomi. Mereka melewati Kantor Pos dan Posko MenWa. Sewaktu berjalan menuju ke perpustakaan, mereka selalu ber-philosophi, berdebat, dan tukar pikiran tentang hidup secara general, science (i.e., Kimia dan Fisika), dan musik (Jazz dan Rock).

Sesampai di Perpustakaan Fakultas Ekonomi, mereka berdua masuk ke ruangan di sebelah kiri yang tidak ber "air conditioned" yang bisa digunakan oleh murid-murid yang bukan dari Fakultas Ekonomi. Kesebelah kanan, ada ruangan kaca yang besar dilengkapi dengan "air conditioned" yang di designasi khusus hanya untuk murid-murid Fakultas Ekonomi. Kalau masuk ke perpustakaan ini si Ruhe selalu ngedumel ke si Japikkir, “Huh……usia masih muda kita2 ini sudah deperkenalkan dengan cara2 elitisme seperti ini.”  Japikkir selalu membalas, “Sudahlah Rek, tak usah dipikirkan, yang jelas kita diperbolehkan memakai fasilitas mereka sampai malam hari.”

Setelah duduk di kursi pilihan masing-masing, mulai-lah mereka membaca buku-buku text yang berbahasa Inggris untuk ujian2 yang akan mereka tempuh seminggu mendatang. Kedua mahasiswa ini membaca text books berbahasa Inggris untuk memaksakan mempertajam kemampuan mereka bahasa Inggris. Tidak jarang setelah membaca selama dua jam mereka terkantuk-kantuk karena panasnya udara di perpustakaan dan terlena dengan kepala yang terletak di meja perputakaan. Tiba-tiba, Ruhe membangunkan Japikkir dari mimpi yang indah sedang berlanglang buana di negara Uncle Sam dan berkata "Hei bangun!!"…...."Yok ... ngopi dan makan tahu goreng...!!!"  Sambil terbangun si Japikkir mengigau dan berkata ke Ruhe, “Bah.. masih di Salemba aku rupanya!” Ruhe hanya bisa tersenyum dan berkata, “Bermimpi disiang bolong saja kerjamu Japikkir!!” 

Mereka meninggalkan buku-buku di perpustakaan dan berjalan menuju ke Fakulats Teknik dengan memakai jalan aspal yang digunakan sebelumnya. Kali ini mereka nongkrong di “WarTeg” yang mem-fasilitasi-kan goreng-gorengan termasuk tahu, tempe, ubi, dan pisang goreng. WarTeg ini juga menyidangkan kopi tubruk, kopi susu, dan teh manis.

Biasanya mereka berdua mempunyai "Pesanan Special" yang sudah dikenali oleh pemilik warung. Special Order ini adalah tahu yang digoreng "60% mateng" sampai sebelum membentuk kulit luar yang crispi.  Tahu ini dimakan dengan kecap manis ABC dan cabe rawit hijau yang di-iris kecil-kecil oleh bapak pengelola WarTeg. 

Perjalanan tahu ini melalui tenggorokan dilancarkan dengan penegukan kopi tubruk manis. Fungsi kopi manis ini juga untuk menetralisasikan kepedasan yang di stimulasi oleh cabe rawit yang di kunyah mereka. Seperti makan siang, sebelumnya, mereka mengulangi kembali "ritual" keringat dan stimulasi produksi Endorphins di otak.

Seperti biasa, Ruhe menyulut Dji Sam Soe dengan cara khas-nya; tetapi kali ini dia mengambil bubuk kopi tubruk nya dan mengoles bubuk kopi ini di rokok Dji Sam Soe nya. Hanya dia yang tahu apa effek dari bubuk kopi ke rokok Dji Sam Soe yang di-sulutnya. Setelah selesai makan tahu dan ngopi mereka kembali ke perpustakaan menekuni buku-buku sampai Jam 10:00 malam.

Setelah mengumpulkan buku-buku, mereka keluar dari Perpustakaan menuju ke arah Salemba Raya dengan melalui Taman Fakultas Ekonomi. Terkadang mereka bersapa dengan Bang "Siregar" yang menguasai daerah Taman. Bang Regar adalah Alumni FE yang belajar di UC Berkeley tetapi pulang ke Indonesia tanpa degree. 

Menurut cerita yang disinyalir dari mulut-ke-mulut, Abang Regar ini pikirannya agak terganggu karena dia kembali ke Indonesia tanpa meraih PhD degree dari UC Berkeley. Kalau ketemu Bang Regar, Ruhe pasti menawarkan rokok ke-dia. Japikkir dan Ruhe langsung merogoh kantong masing-masing kalau ada sisa koin-koin dikantong se-habis makan tahu di WarTeg untuk diberikan ke Bang Regar.

Setelah keluar gerbang disamping Mesjid Universitas, mereka menyebrang Salemba Raya dengan menggunakan Sky-Walk. Dengan “Simple Goodbye Gesture”, Japikkir turun tangga ke kanan dan Ruhe turun tangga ke kiri. Ruhe berjalan menuju Halte Bus yang menuju ke Rawamangun dimana dia tinggal di Asrama Universitas. Japikkir langsung berjalan kaki ke Salemba Tengah menuju rumah Indekos-nya. Ritual ini mereka ulangi ber-tahun tahun sampai mereka selesai kuliah. 

Kedua sahabat ini dipisahkan oleh mimpi2 mereka masing. Ruhe mengejar mimpinya bekerja dengan perusahaan Multinational dan Japikkir pergi mengejar yang pernah diimpikannya di siang bolong.

No comments:

Post a Comment