Oleh: Zapheeker Sina Otto
Setiba di Juanda
International Airport Surabaya (SUB) minggu sore sekitar jam 1:00, aku di
jemput oleh Pak Fanri salah seorang kolega dari
Universitas di Surabaya. Setelah kuambil koperku dari Baggage Claim, aku menuju
ke arah pintu keluar Bandara Juanda dengan berjalan perlahan-lahan sambil
men-scan dengan mata yang tajam kearah para penjemput di Bandara kalau2 aku
bisa men-lihat Pak Fanri yang sudah berjanji menjemput-ku.
Hanya sekitar sepuluh langkah keluar dari
pintu, Pak Fanri sudah melambaikan tangan sambil menyongsong ku dan aku
menyapanya dengan senyum. Setelah berpapasan, kami sama2 mengulurkan tangan
untuk berjabat tangan dengan erat sambil serentak ber-kata “Apakhabar Pak!!!”
“Makasih Pak sudah menjemput saya” ku ucapkan
ke Pak Fanri.
“No Problem” jawab-nya.
“Tunggu disini yah Pak Jab, saya ambil mobil
dari parkiran” kata Pak Fanri.
Setelah menunggu beberapa menit, kulihat Pak
Fanri berheti didepan ku dengan mobil-hemat-kecil Suzuki Silver. Setelah kami
masukkan koper ke bagasi, kami berjalan menuju keluar bandara.
Kujawab:
“Belum!!”
Pak Fanri: “Mau makan apa?”
Kujawab: “Yang simpel2 aja!”
Kami berhenti di restoran yang terkenal dengan
ayam goreng nya di Surabaya. Kami menikmati ayam goreng, sayuran, sambal, gudeg,
dan kerupuk yang dimakan dengan nasi putih hangat. Makanan terasa men-trigger
sensasi ingatan makanan khas Indonesia di otak-ku. Keringat-pun bercucuran di
jidat dan pipiku.
Memang beraneka ragam makanan adalah salah satu
unsur yang kunimati di Indonesia. Sebenarnya, tahun lalu aku sudah pernah ke
Surabaya untuk memberi kuliah di Universitas yang sama. Pak Fanri mempunyai ide
yang baik untuk memperluas wawasan murid2nya untuk berinteraksi dengan dosen2
International. Aku ketemu Pak Fanri secara kebetulan di salah satu acara di
Universitas di Semarang. Setelah pertemuan ini kami menjadi sahabat baik dan
sering saling tukar pikiran tentang tridharma perguruan tinggi ke arah yang
lebih positve.
Setelah selesai makan siang, aku di drop Pak
Fanri ke Hotel yang yang berada dekat ke Universitas-nya. Setelah, mandi dan
istirahat sejenak, aku mendapat WA dari si Zali kawan sebangku di SMA di Medan
yang pindah tahun lalu dari Jakarta ke Surabaya. Si Zali and aku belum pernah
ketemu setelah masing2 mencar dari Medan ke Jakarta dan Bandung beberapa decade
lalu. Kami bertemu di Lobby Hotel dan saling merangkul mengingat persahabatan
lama kami. Kami masing2 tersenyum gembira sejenak tanpa kata2.
Setelah ngobrol setengah jam, kami jalan kaki
keluar Hotel ke restoran di sebelah Hotel-ku. Aku menikmati Soto Madura dan si
Zali menikmati sate yang di pesan-nya. Kami ngobrol ngalor-ngidul sampe jauh
malam hari dan restoran-pun sudah kosong. Di luar restoran, kami meminta Pak
SatPam mengambil foto kami berdua dibawah Sign dari Restoran yang kami singgahi
dengan kamera masing2. Kami berjalan
kembali ke Hotel dan si Zali dengan simple Good Bye berjalan menuju parkiran di
belakang Hotel dan aku menuju ke lift untuk naik ke kamar ku.
Si Zali masih sama saja seperti yang ku ingat
dari dulu yang selalu santun, relax, dan cerdas (alias sharp kalo kata orang
Amrik). Sewaktu SMA, memang Zali adalah anak yang lebih pintar dari aku; karena
waktu SMA nilai2 ku hanya rata2 dibandingkan si Zali. Entah kenapa dan mungkin takdir, otak ku
mulai terbuka untuk bisa menerima ilmu yang kupelajari setelah aku kuliah di
Jakarta. Bedanya sekarang, kami berdua sudah mulai di dekorasi dengan “Silver
Lining” di kepala.
Suka-duka perjuangan hidup membuat kita sadar
bahwa persahabatan lama dan baru harus tetap di nikmati dan di jaga keberlangsungan-nya.
Seperti kata orang bijak, “After all, life is short, we should enjoy it and not
waste it with unproductive things.”
Salam Sejahtera!!
v.v
No comments:
Post a Comment